LEFT-BACK.COM – Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) baru saja merilis peringkat terbaru liga-liga di Asia, di mana Liga 1 Indonesia mengalami peningkatan signifikan baik di tingkat Asia Tenggara (ASEAN) maupun Asia secara keseluruhan. Peningkatan Peringkat Liga 1 Indonesia Berdasarkan data terbaru dari AFC, Liga 1 kini menempati peringkat ke-5 di ASEAN, naik satu peringkat dari posisi sebelumnya di peringkat ke-6. Selain itu, di level Asia, Liga 1 berhasil naik dari posisi ke-28 menjadi ke-25, dengan total 18,2 poin. Pencapaian ini menjadikan Indonesia unggul atas Filipina, yang saat ini berada di posisi ke-28. Namun, beberapa negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Vietnam masih berada di atas Indonesia dalam peringkat liga Asia. Thailand Masih Memimpin ASEAN Di kawasan ASEAN, Liga 1 Thailand tetap menjadi yang terbaik dengan peringkat ke-8 di Asia. Meski begitu, PT Liga Indonesia Baru (LIB) menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kualitas Liga 1 agar semakin kompetitif di tingkat regional dan internasional. LIB: Peningkatan Kualitas Kompetisi Buahkan Hasil Menanggapi pencapaian ini, Direktur Utama LIB, Ferry Paulus, mengungkapkan bahwa hasil tersebut merupakan buah dari berbagai upaya dalam meningkatkan kualitas kompetisi. “Kami sangat senang dengan pencapaian ini. Hasil tersebut menunjukkan bahwa berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini mulai membuahkan hasil. Bersama klub dan PSSI, kami akan terus berusaha maksimal,” ujar Ferry dalam pernyataan resmi pada Selasa. LIB menegaskan bahwa berbagai langkah strategis telah diterapkan, termasuk: Peningkatan standar operasional pertandingan Profesionalisme klub dan pengelolaan liga yang lebih transparan Pengembangan infrastruktur dan fasilitas sepak bola di Indonesia Tantangan: Meningkatkan Prestasi di Kompetisi Asia Meski mengalami peningkatan peringkat, klub-klub Indonesia masih menghadapi tantangan besar di level internasional. Hingga saat ini, wakil Liga 1 belum mampu menunjukkan prestasi signifikan di AFC Champions League Elite maupun AFC Champions League 2. Untuk itu, LIB akan terus mendorong klub-klub peserta Liga 1 agar lebih kompetitif di ajang kontinental dengan memperbaiki manajemen, mengembangkan pemain, serta meningkatkan fasilitas pelatihan dan stadion. “Dengan kerja sama yang solid antara LIB, klub peserta, PSSI, dan seluruh stakeholder sepak bola nasional, Liga 1 akan terus berkembang dan mampu bersaing dengan liga-liga terbaik di Asia,” tutup pernyataan LIB. Baca juga: AFC Rilis Peringkat Liga Sepak Bola Asia 2025: Arab Saudi Masih di Puncak Menyusuri Napoli: Ketika Sepak Bola Menjadi Agama, dan Maradona Menjadi Nabinya Tiago Rech: Suporter Tunggal yang Kini Menjadi Presiden Klub Santa Cruz
Tag: sepak bola Indonesia.
Kontradiksi PSSI: Timnas Eropa, Liga Amatiran – Potret Buram Sepak Bola Indonesia
LEFT-BACK.COM – Sepak bola Indonesia sedang berada dalam kontradiksi besar. PSSI terus membanggakan program naturalisasi pemain diaspora sebagai langkah revolusioner untuk meningkatkan kualitas Timnas. Namun, di sisi lain, kompetisi domestik—fondasi utama sepak bola nasional—masih carut-marut, penuh dengan korupsi, mismanajemen, dan kekerasan suporter yang terus berulang. Ini bukan kemajuan, ini hanya perbaikan kosmetik yang menutupi luka bernanah di tubuh sepak bola Indonesia. Strategi naturalisasi pemain diaspora memang terlihat menjanjikan dalam jangka pendek. Dengan masuknya pemain-pemain yang telah ditempa di sistem sepak bola Eropa, Timnas Indonesia bisa tampil lebih kompetitif di level internasional. Namun, tanpa ekosistem sepak bola yang sehat di dalam negeri, langkah ini tidak lebih dari sekadar menambal atap rumah yang fondasinya sudah retak. PSSI seolah ingin mencari jalan pintas, sementara sepak bola akar rumput dibiarkan mati perlahan. Kompetisi Liga 1 adalah cerminan nyata dari kekacauan ini. Jadwal yang berantakan, keputusan wasit yang sering dipertanyakan, manajemen klub yang dikelola secara amatiran, hingga standar keamanan yang memalukan. Tragedi Kanjuruhan di Malang yang menewaskan ratusan suporter bukan sekadar kecelakaan, tetapi bukti dari kelalaian sistemik yang terus terjadi bertahun-tahun. Apa yang berubah setelah tragedi itu? Tidak ada. Suporter masih mati di stadion, kerusuhan masih terjadi, dan PSSI masih sibuk dengan retorika tanpa tindakan nyata. Bukan hanya Kanjuruhan, sejarah sepak bola Indonesia dipenuhi dengan tragedi yang tak kunjung menjadi pelajaran. Mulai dari insiden GBK 2012 yang menewaskan suporter Persija, tragedi di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) saat Piala Presiden 2022 yang juga merenggut nyawa suporter akibat buruknya pengelolaan keamanan, hingga bentrokan suporter di berbagai laga Liga 1 yang terus berulang tanpa tindakan tegas. Alih-alih mencari solusi nyata untuk mengakhiri kekerasan di sepak bola, PSSI justru memilih jalan pintas dengan melarang kehadiran suporter tim tamu, seolah-olah rivalitas hanya bisa diredam dengan pembatasan. Ini bukan solusi, ini kemunduran. Sementara itu, liga domestik yang seharusnya menjadi wadah perkembangan pemain muda justru semakin kehilangan arah. Klub-klub lebih memilih pemain asing atau pemain instan daripada membangun akademi berkualitas. Infrastruktur sepak bola masih jauh dari layak, dan talenta muda dibiarkan berkembang sendiri tanpa jalur yang jelas. Di negara lain, pemain muda dipersiapkan dengan sistem akademi yang terstruktur, sementara di Indonesia mereka hanya berharap pada keberuntungan. Jika PSSI benar-benar ingin membawa sepak bola Indonesia ke level yang lebih tinggi, mereka harus berhenti berjualan mimpi dengan naturalisasi semata. Membangun liga yang profesional, membenahi manajemen klub, menegakkan regulasi keamanan yang ketat, serta menciptakan jalur pembinaan pemain muda yang jelas harus menjadi prioritas. Jika tidak, sepak bola Indonesia hanya akan menjadi panggung sandiwara, di mana yang bersinar hanyalah ilusi, sementara realitasnya tetap penuh dengan kegagalan dan kekecewaan. Baca juga: Johan Cruyff dan Jersey Ikoniknya: Keteguhan Prinsip di Piala Dunia 1974 Menyusuri Napoli: Ketika Sepak Bola Menjadi Agama, dan Maradona Menjadi Nabinya Tiago Rech: Suporter Tunggal yang Kini Menjadi Presiden Klub Santa Cruz
Timnas Indonesia Siap Hadapi Myanmar di Laga Perdana Piala AFF 2024
LEFT-BACK.COM – Timnas Indonesia akan memulai petualangan mereka di Piala AFF 2024 dengan menghadapi Timnas Myanmar dalam laga perdana di Grup B. Pertandingan ini akan digelar di Thuwunna Stadium, Yangon, pada Senin (9/12/2024) malam WIB. Pertandingan tersebut diprediksi akan sangat krusial bagi kedua tim, khususnya bagi Timnas Indonesia yang bertekad meraih hasil maksimal di laga pembuka Piala AFF 2024. Meski begitu, Timnas Indonesia harus tetap waspada karena Timnas Myanmar memiliki sejumlah pemain potensial yang bisa memberikan kejutan. Pemain Abroad Timnas Myanmar yang Perlu Diwaspadai Timnas Myanmar diperkuat oleh beberapa pemain yang berkarier di luar negeri, yang dapat menambah kekuatan tim. Pemain-pemain tersebut antara lain Soe Moe Kyaw (Tiffy Army FC), Thiha Zaw (Naga World FC), dan Mg Mg Lwin (Lamphun Warrior FC), yang semuanya bermain di Kamboja. Selain itu, ada tiga pemain yang berkompetisi di Liga Thailand, yaitu Lwin Moe Aung (Rayong FC), Than Paing (Kanchanaburi Power), dan Win Naing Tun (Chiang Rai United). Sementara itu, Hein Htet Aung (Negeri Sembilan FC) dan Aung Kaung Win (Kelantan Darul Naim) memperkuat tim di Liga Super Malaysia. Win Naing Tun, Mantan Pemain Borneo FC yang Kenal Karakter Sepak Bola Indonesia Salah satu pemain yang patut mendapat perhatian lebih adalah Win Naing Tun, striker Timnas Myanmar yang kini bermain di Chiang Rai United, Liga Thailand. Win Naing Tun pernah memperkuat Borneo FC Samarinda di BRI Liga 1 2023/2024. Pemain berusia 26 tahun ini memiliki pengalaman bertanding di Indonesia, meski ia belum berhasil mencetak gol selama 25 penampilannya bersama Pesut Etam. Dengan latar belakang tersebut, Win Naing Tun tentu memahami gaya permainan sepak bola Indonesia, yang bisa menjadi nilai tambah bagi Timnas Myanmar dalam menghadapi skuad Garuda. Laga Krusial untuk Timnas Indonesia Meskipun Myanmar memiliki sejumlah pemain berkualitas, Timnas Indonesia di bawah arahan pelatih Shin Tae-yong tetap memiliki keunggulan. Dengan persiapan yang matang dan skuad terbaik, Timnas Indonesia berharap dapat meraih kemenangan di laga perdana Piala AFF 2024 ini. Baca juga: Stadion Manahan Solo: Jejak Sejarah Era Soeharto yang Jadi Markas Garuda di Piala AFF Piala Dunia Antarklub 2025: Turnamen Besar di Amerika Serikat dengan Format Baru MI Miftahul Huda Tegal Mulya Gelar Perkemahan Sabtu Minggu di Indramayu