LEFT-BACK.COM – Sebagai vihara tertua di Kabupaten Indramayu, Vihara Dharma Rahayu telah berdiri sejak tahun 1848. Berlokasi di Jalan Cimanuk, Kelurahan Lemahmekar, vihara ini menjadi saksi bisu perjalanan waktu dan perubahan yang terjadi di sekitarnya. Dengan arsitektur yang masih mempertahankan bentuk aslinya, vihara ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi bagian penting dari sejarah Indramayu. Warisan yang Bertahan di Tengah Perubahan Vihara Dharma Rahayu didirikan oleh Tn. Poey Soen Kam dan sejak awal telah menjadi pusat spiritual bagi masyarakat Tionghoa di Indramayu. Di dalamnya terdapat konco atau patung Dewa An Tjeng Bio, yang dikenal sebagai Dewa Perdagangan. Sejarah mencatat bahwa vihara ini dahulu berdiri di kawasan strategis yang menjadi pusat aktivitas perdagangan di Indramayu. Namun, seiring waktu, jumlah jemaat yang beribadah di vihara ini semakin berkurang. Saat ini, hanya tersisa sekitar lima orang jemaat aktif, mayoritas berusia di atas 60 tahun. Banyak generasi muda yang telah berpindah ke kota lain, membuat suasana vihara lebih sepi dibandingkan masa kejayaannya di masa lampau. Tradisi yang Tetap Hidup Meski jumlah jemaat menurun, Vihara Dharma Rahayu tetap mempertahankan tradisi dan peribadahan yang telah berlangsung selama lebih dari satu setengah abad. Setiap perayaan Imlek, suasana vihara memang cenderung sepi, dengan hanya puluhan jemaat yang hadir. Namun, kepedulian jemaat yang berada di luar kota tetap terjaga, dibuktikan dengan sumbangan dan dukungan yang terus mengalir untuk menjaga kelangsungan vihara. Berbeda dengan perayaan Imlek, peringatan ulang tahun Konco An Tjeng Bio, yang jatuh setiap 3 Maret, justru menjadi momen yang dinantikan. Jemaat dari berbagai kota seperti Semarang, Karawang, Cirebon, Bekasi, Palembang, dan Tegal datang berbondong-bondong untuk ikut serta dalam perayaan ini. Sayangnya, akibat pandemi Covid-19, perayaan tersebut sempat ditiadakan pada tahun 2021. Menjaga Jejak Sejarah di Indramayu Vihara Dharma Rahayu bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga bagian dari sejarah panjang Kabupaten Indramayu. Dengan usia yang hampir dua abad, vihara ini menjadi simbol keberagaman dan ketahanan budaya di tengah perubahan zaman. Meski jemaatnya semakin berkurang, keberadaannya tetap dijaga oleh mereka yang masih memiliki ikatan emosional dengan vihara ini, baik secara langsung maupun dari kejauhan. Keberlanjutan vihara ini kini bergantung pada kesadaran generasi mendatang untuk terus menjaga dan menghormati tradisi yang telah diwariskan. Sebab, lebih dari sekadar bangunan tua, Vihara Dharma Rahayu adalah saksi hidup sejarah dan warisan spiritual yang tak ternilai harganya bagi Indramayu. Baca juga: Jejak Sejarah di Indramayu: Bangunan Berusia Ratusan Tahun yang Masih Berdiri Rumbah Darinih: Kuliner Legendaris Desa Eretan Kulon Indramayu yang Selalu Dirindukan Stasiun Jatibarang: Sejarah, Keunikan, dan Peran dalam Perjalanan Kereta Api Indonesia
Tag: Sejarah Indramayu
Jejak Sejarah di Indramayu: Bangunan Berusia Ratusan Tahun yang Masih Berdiri
LEFT-BACK.COM – Di berbagai daerah di Indonesia, bangunan peninggalan masa kolonial Belanda dan pendudukan Jepang masih bisa ditemukan. Beberapa di antaranya telah ditetapkan sebagai situs warisan budaya karena nilai historisnya yang tinggi. Indramayu, yang memiliki sejarah panjang dalam perdagangan dan perkembangan agama, juga menyimpan bangunan-bangunan bersejarah yang menjadi saksi peradaban. Meski ada yang tetap terawat, tidak sedikit pula yang kini terbengkalai. Dari tempat ibadah hingga bangunan pemerintahan, berikut beberapa peninggalan masa lalu yang masih berdiri di Indramayu. 1. Masjid Kuno Bondan: Warisan Islam dari Abad ke-15 Masjid Darussajidin Bondan, yang lebih dikenal sebagai Masjid Kuno Bondan, merupakan masjid tertua di Indramayu. Dibangun sekitar tahun 1414 Masehi, masjid ini menjadi simbol perkembangan Islam di wilayah tersebut. Terletak di Desa Bondan, Kecamatan Sukagumiwang, masjid ini memiliki arsitektur khas dengan struktur kayu asli yang masih dipertahankan hingga kini. Menurut legenda, masjid ini didirikan dalam waktu semalam oleh Syekh Datul Kahfi atau Syekh Nurjati di bantaran Sungai Cimanuk, sehingga mendapat julukan Masjid Sapu Angin. 2. Vihara Dharma Rahayu: Tempat Ibadah Berusia 177 Tahun Dibangun pada tahun 1848, Vihara Dharma Rahayu merupakan vihara tertua di Indramayu. Terletak di Kelurahan Lemahmekar, vihara ini awalnya bernama Klenteng An Tjeng Bio, sebelum diubah namanya saat direlokasi oleh Tan Liong Siang pada 1880. Bangunan ini tetap mempertahankan desain aslinya, menjadikannya salah satu ikon sejarah Tionghoa di Indramayu. Saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh, vihara ini ramai dikunjungi umat, meskipun pada hari biasa hanya sedikit jemaat yang hadir. 3. Gedong Duwur: Sisa Kejayaan Kolonial Belanda Terletak di Desa Penganjang, Kecamatan Sindang, Gedong Duwur merupakan bangunan peninggalan Belanda yang berdiri sejak 1901. Gedong Duwur, yang dalam bahasa Indonesia berarti Gedung Tinggi, memiliki arsitektur khas Eropa dengan pilar-pilar besar yang mencerminkan kejayaan kolonial. Bangunan ini dahulu berfungsi sebagai kantor pemerintahan Belanda di Indramayu. Sayangnya, saat ini kondisinya kurang terawat. Namun, gedung ini tetap digunakan sebagai PAUD Lavender Kencana setelah mengalami pengecatan ulang. 4. GKI Indramayu: Gereja Berusia Lebih dari Satu Abad Gereja Kristen Indonesia (GKI) Indramayu, yang diresmikan pada 1912, adalah gereja tertua di Indramayu. Terletak di Jalan Cimanuk, kawasan yang dikenal sebagai kota tua Indramayu, gereja ini menjadi saksi sejarah penyebaran Kristen di daerah tersebut. Hingga kini, bangunan gereja masih mempertahankan bentuk aslinya dengan sedikit renovasi, termasuk mimbar kayu yang tetap dipertahankan sejak pertama kali digunakan. 5. Stasiun Jatibarang: Infrastruktur Kereta Api dari 1912 Sebagai stasiun utama dan tersibuk di Indramayu, Stasiun Jatibarang merupakan peninggalan kolonial Belanda yang mulai beroperasi pada 3 Juni 1912. Stasiun ini dibangun untuk menghubungkan jalur Staatsspoorwegen (SS) dengan Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS). Hingga kini, Stasiun Jatibarang masih berfungsi sebagai salah satu pusat transportasi penting di Indramayu, menjadi penghubung bagi para penumpang yang bepergian ke berbagai daerah. 6. Pabrik Siong Lim: Saksi Bisu Jalur Kereta Api Indramayu-Jatibarang Terletak di Desa Kebulen, Kecamatan Jatibarang, Pabrik Siong Lim adalah bangunan tua yang dahulu berfungsi sebagai pabrik penggilingan padi (Rijstepellerij) sejak 1930-an. Pabrik ini menjadi bagian penting dalam sistem perdagangan di Indramayu, dengan hasil padinya dikirim ke berbagai daerah menggunakan jalur lori kereta api. Sayangnya, aktivitas pabrik ini berakhir setelah jalur kereta api Jatibarang-Indramayu dinonaktifkan sekitar tahun 1973. Kini, bangunan pabrik ini terbengkalai, namun tetap menjadi bagian dari sejarah industri di Indramayu. Melestarikan Warisan Sejarah Indramayu Bangunan-bangunan bersejarah di Indramayu bukan sekadar saksi bisu masa lalu, tetapi juga bagian dari identitas budaya yang harus dijaga. Dari masjid, vihara, gereja, hingga bangunan kolonial, masing-masing memiliki cerita yang mencerminkan keberagaman dan perkembangan peradaban di Indramayu. Keberadaan bangunan-bangunan ini memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk mengenal lebih jauh warisan sejarah daerahnya dan menjaga kelestariannya agar tetap bertahan di tengah modernisasi. Baca juga: Stasiun Jatibarang: Sejarah, Keunikan, dan Peran dalam Perjalanan Kereta Api Indonesia Indramayu: Paradoks Cahaya Literasi dan Angka Melek Huruf Tradisi Penyapu Koin di Jembatan Sewo: Warisan Budaya Pantura yang Sarat Makna