Liburan Keluarga di Puncak: Saksikan Teater Musikal “LILA Show” di Enchanting Valley yang Penuh Keajaiban dan Edukasi

LEFT -BACK.COM, CISARUA – Libur panjang adalah momen ideal untuk berkumpul bersama keluarga dan mencari pengalaman yang tak terlupakan. Salah satu destinasi yang wajib dikunjungi adalah Enchanting Valley by Taman Safari, sebuah kawasan wisata tematik seluas 22 hektare yang berlokasi di Jalan Raya Puncak KM 77, Desa Cilember, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Kawasan ini memadukan keindahan alam, edukasi, kuliner, dan hiburan keluarga dalam satu tempat. Salah satu atraksi utamanya adalah “LILA and the Magical Forest”, sebuah teater musikal bertaraf internasional yang menyuguhkan pertunjukan visual memukau dan cerita sarat nilai moral. Disutradarai oleh Peter Wilson dari Melbourne dan diiringi musik indah garapan Elwin Hendrijanto dari Indonesia, pertunjukan ini mengisahkan perjuangan seorang gadis bernama Lila yang berusaha menyelamatkan hutan ajaib dari ancaman para pemburu liar, dibantu oleh roh-roh penjaga hutan. “LILA Show” bukan sekadar hiburan keluarga, melainkan juga media edukasi tentang pentingnya menjaga kelestarian alam, menumbuhkan keberanian, serta mempererat makna persahabatan. Visual yang memanjakan mata, desain panggung inovatif, dan musik yang emosional menjadikan pertunjukan ini wajib disaksikan. Jadwal rutin pertunjukan LILA Show: Selasa – Jumat: pukul 13.15 WIB Sabtu, Minggu & Hari Libur Nasional: pukul 11.30 dan 15.45 WIB Selain LILA Show, Enchanting Valley menawarkan beragam aktivitas seru lainnya: Tree of Life: Instalasi raksasa yang ikonik untuk spot foto dan interaksi cahaya. Super Wheels: Mengendarai mobil klasik di lintasan sepanjang 1,5 km. Angklung Show: Belajar memainkan alat musik tradisional di Waterfall of Wonder. Lila’s Magical World & Animal Edushow: Zona petting zoo interaktif yang edukatif untuk anak-anak. Netsplay & Plaza Carnival: Wahana permainan seru untuk seluruh anggota keluarga. The Playground & The Pavilion: Taman bermain tematik dan area santai berlatar keindahan alam. Untuk mengisi perut setelah berpetualang, tersedia pilihan kuliner menarik: 1. Amarta Restaurant – Masakan khas nusantara yang menggugah selera 2. District Dining – Food court dengan ragam menu Asia, lokal, dan barat 3. Kembang Nona – Kedai kopi bernuansa terbuka hijau yang nyaman Enchanting Valley telah menjadi destinasi favorit wisata keluarga di Puncak yang menyatukan petualangan, seni pertunjukan, dan nilai edukatif dalam suasana alam yang menyejukkan. Informasi lebih lanjut dan pemesanan tiket tersedia di situs resmi www.enchanting-valley.com atau melalui akun Instagram resmi @enchantingvalley.bogor. Jadikan liburan Anda kali ini lebih berkesan dengan menyelami dunia magis LILA dan menjelajah keajaiban Enchanting Valley bersama keluarga tercinta. Baca juga: Potret Suram Gang Venus Tambora: Di Tengah Jakarta, Warga Hidup Tanpa Cahaya Matahari Karang Taruna Cisarua Mantapkan Program 2025 Lewat Raker di Puncak, Fokus pada Kolaborasi dan Dampak Nyata  

Muhamad Rizal Terpilih Aklamasi di MWKT 2025 Desa Cilember, Fokus Bangun SDM dan Potensi Wisata

LEFT-BACK.COM, CISARUA – Musyawarah Warga Karang Taruna (MWKT) Desa Cilember, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, resmi digelar pada Senin, 26 Mei 2025, bertempat di Aula Hotel Bayak, Desa Cilember. Kegiatan ini mengangkat tema “Menuju Generasi Penerus Bangsa dan Mandiri” serta mengusung semangat dengan tagline #CilemberBersinar #KolaborasiAksiPrestasi #CisaruaMenyala. Dalam forum musyawarah tersebut, Muhamad Rizal terpilih sebagai Ketua Karang Taruna Desa Cilember secara aklamasi. Rizal yang berasal dari unsur kepemudaan desa, mengusung misi utama untuk meningkatkan kapasitas pemuda di bidang sosial, ekonomi, dan pengembangan pariwisata lokal. “Prioritas saya adalah pemberdayaan SDM generasi muda, khususnya di ranah sosial dan pekerjaan. Saya juga berkomitmen untuk memperkuat sarana dan prasarana yang menunjang aktivitas pemuda serta mendukung akses wisata yang ada di Cilember,” ujar Rizal. Kepala Desa Cilember, Suhendi Hovenier, mengungkapkan rasa bangga dan harapannya terhadap kepemimpinan baru Karang Taruna. Ia optimistis organisasi kepemudaan ini dapat tumbuh menjadi kekuatan pembangunan masyarakat desa. “Saya bangga dan sangat antusias melihat semangat Karang Taruna. Ini menjadi bukti bahwa kolaborasi antara lembaga dan masyarakat mampu mendorong kemajuan. Kami berharap Karang Taruna menjadi garda terdepan dalam peningkatan kualitas SDM warga,” tutur Suhendi. Ia juga menekankan pentingnya pelibatan seluruh elemen desa, termasuk 4 RW dan 20 RT, agar semangat kebersamaan bisa terus terjaga. Ketua Karang Taruna Kecamatan Cisarua, A. Ghaffer, menambahkan bahwa proses pemilihan telah melalui tahapan penjaringan yang terbuka dan selektif. Dari empat kandidat yang dijaring dari seluruh RW dan RT, satu tidak memenuhi syarat usia. Dua lainnya memilih mundur karena masih menempuh pendidikan. “Akhirnya, hanya satu calon yang siap maju dan dipilih secara aklamasi. Ini menunjukkan komitmen regenerasi di tubuh Karang Taruna, sekaligus dorongan agar pemuda desa aktif mengambil peran strategis,” jelas Ghaffer. MWKT Desa Cilember 2025 diharapkan menjadi titik awal bagi pemuda desa untuk lebih berdaya, berkarya, dan berkontribusi nyata dalam pembangunan desa berbasis potensi lokal. Baca juga:  Potret Suram Gang Venus Tambora: Di Tengah Jakarta, Warga Hidup Tanpa Cahaya Matahari Karang Taruna Cisarua Mantapkan Program 2025 Lewat Raker di Puncak, Fokus pada Kolaborasi dan Dampak Nyata

Potret Suram Gang Venus Tambora: Di Tengah Jakarta, Warga Hidup Tanpa Cahaya Matahari

LEFT-BACK.COM, JAKARTA – Di tengah gemerlap ibu kota, tepatnya di kawasan Jembatan Besi, Tambora, Jakarta Barat, terdapat sebuah gang sempit bernama Gang Venus yang menyimpan kisah kehidupan warga yang selama puluhan tahun hidup tanpa cahaya matahari. Gang ini menjadi sorotan karena kondisi permukimannya yang ekstrem. Saking padatnya, sinar matahari nyaris tak pernah menyentuh tanah di gang tersebut. Rumah-rumah berdempetan, atap saling bertumpuk, disambung triplek, kabel listrik semrawut, hingga pecahan asbes menutupi jalur langit. Bahkan, jemuran warga yang menggantung di atas kepala membuat gang ini seperti tak pernah siang. “Kondisinya sudah begini dari dulu. Gelap, lembap, tapi sudah biasa buat kami,” kata Tuti, Ketua RT 01 RW 03 Jembatan Besi, seperti dikutip pada laman Good news from Indonesia, Selasa (27/5/2025). Tuti bukan warga baru. Ia sudah 45 tahun tinggal di lingkungan gelap ini. Menurutnya, ada lima gang di wilayah RT-nya, dan tiga di antaranya tidak tersentuh sinar matahari langsung. “Dari lima gang, memang tidak semua segelap ini, tapi ada bagian-bagian yang sejak dulu gelap gulita. Jumlah bangunannya ada sekitar 60 rumah, sebagian dikontrakkan,” jelasnya. Rp300 Ribu Per Bulan, Hidup di Gang Gelap Ibu Kota Rumah-rumah di Gang Venus kebanyakan semi permanen. Banyak pula yang dikontrakkan dengan harga murah, sekitar Rp300 ribu per bulan. Para penghuni umumnya adalah generasi kedua atau ketiga dari keluarga yang pertama kali tinggal di wilayah ini. “Banyak yang nerusin rumah orang tua. Kalau di atas biasanya disewakan. Kadang-kadang satu rumah bisa ditinggali dua sampai tiga keluarga,” ujar Tuti. Akses ke Gang Venus sendiri cukup dekat dari Stasiun Duri, hanya sekitar lima menit berjalan kaki. Tapi meski berada di jantung kota, kawasan ini jauh dari kata ideal secara tata ruang. Minim Sinar Matahari, Tapi Warga Bertahan Meski tinggal di tempat yang minim cahaya, warga tetap bertahan. Salah satunya adalah Martiah, warga yang sudah tinggal di Gang Venus sejak tahun 1970-an. Kini ia hidup bersama anak, cucu, dan tetangganya yang dianggap sudah seperti saudara sendiri. “Udah nyaman di sini, udah kayak asli sini. Mau ke mana lagi? Saudara dekat, tetangga baik-baik, ya udah,” ujarnya. Martiah menegaskan bahwa rasa kebersamaan dan keterikatan antarwarga membuatnya sulit berpindah ke tempat lain, meskipun kondisi tempat tinggalnya tidak ideal. Minim Cahaya, Tapi Bukan Sarang Penyakit Meski hidup dalam kondisi gelap dan lembap, Tuti mengatakan warganya jarang terserang penyakit serius. Ia menegaskan bahwa infrastruktur dasar seperti air bersih dan listrik masih berjalan dengan baik. “Alhamdulillah, enggak ada penyakit aneh-aneh. Paling batuk pilek biasa. Air juga lancar, kebanyakan dari PAM, kadang juga ambil di musala,” tuturnya. Potret Ketimpangan Perkotaan Gang Venus menjadi potret kecil dari ketimpangan pembangunan kota metropolitan. Di satu sisi, Jakarta terus membangun gedung-gedung pencakar langit, namun di sisi lain, masih ada warga yang hidup tanpa sinar matahari. Ruang hidup yang layak tampaknya masih menjadi kemewahan bagi sebagian warga kota. Kisah Gang Venus seolah menjadi pengingat bahwa pembangunan kota tak hanya soal beton dan cahaya gemerlap, tapi juga tentang menghadirkan ruang yang manusiawi bagi semua penghuninya—termasuk mereka yang tinggal di lorong-lorong gelap Jakarta. Baca juga: Misteri Pembunuhan JFK: Fakta Baru dari Ribuan Dokumen yang Dideklasifikasi Mengkritisi Pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPST) di Kabupaten Indramayu

Tinjau Banjir di Simpang Tiga Taman Safari, Staf Ahli Bupati Bogor Janji Perbaiki Drainase Cisarua

LEFT-BACK.COM – Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Staf Ahli Bupati, Deni Humaedi, meninjau langsung lokasi banjir yang kerap terjadi di kawasan Simpang Tiga Taman Safari, Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Jumat (16/5/2025). Kunjungan ini merupakan tindak lanjut atas laporan masyarakat mengenai genangan air yang kerap mengganggu aktivitas warga dan lalu lintas di jalur wisata Puncak tersebut. Dalam peninjauan tersebut, Deni didampingi Camat Cisarua, Heri Risnandar, serta sejumlah pejabat kecamatan. Ia menegaskan bahwa permasalahan banjir lokal di kawasan itu perlu penanganan serius dan koordinasi lintas sektor agar tidak menjadi persoalan berulang, terutama saat musim hujan. “Permasalahan genangan air seperti ini membutuhkan kerja sama lintas sektor agar solusi yang diambil benar-benar bersifat jangka panjang dan menyeluruh,” ujar Deni. Sementara itu, Camat Cisarua Heri Risnandar menjelaskan bahwa pihaknya telah beberapa kali melakukan penanganan sementara seperti pembersihan saluran air. Namun, langkah tersebut dinilai belum cukup karena akar persoalan berada pada sistem drainase yang tersumbat serta volume air hujan yang melebihi kapasitas tampung. “Kami sudah berupaya melakukan pembersihan secara berkala, tapi diperlukan pembenahan infrastruktur secara komprehensif agar genangan tidak terus terulang,” jelas Heri. Ia pun berharap dengan hadirnya pihak pemerintah kabupaten di lapangan, solusi permanen seperti perbaikan drainase dan pengelolaan air hujan yang lebih efisien dapat segera direalisasikan. Deni menyatakan bahwa Pemkab Bogor berkomitmen untuk segera menindaklanjuti hasil peninjauan dengan tindakan konkret. Perbaikan sistem drainase di kawasan tersebut menjadi prioritas dalam upaya meningkatkan kenyamanan masyarakat dan wisatawan. Penanganan genangan air di jalur strategis menuju kawasan wisata Taman Safari Indonesia ini juga merupakan bagian dari percepatan pembangunan infrastruktur di wilayah Puncak, sebagai salah satu destinasi unggulan Kabupaten Bogor. Baca juga: Karang Taruna Cisarua Mantapkan Program 2025 Lewat Raker di Puncak, Fokus pada Kolaborasi dan Dampak Nyata Merayakan Seabad Pramoedya Ananta Toer: Membaca Kembali Sejarah yang Pernah Dibungkam

Jejak Infrastruktur Kolonial: Jembatan Pengatur Air di Desa Loyang Masih Tegak Berdiri

LEFT-BACK.COM, CIKEDUNG – Di balik hamparan sawah Desa Loyang, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu, tersimpan jejak peninggalan masa kolonial Belanda yang masih berdiri kokoh. Sebuah struktur bata merah yang dulunya berfungsi sebagai jembatan pembagi aliran air, kini menjadi saksi bisu sejarah pengelolaan sumber daya air di masa lalu. Bangunan tua yang nyaris tersembunyi oleh semak belukar dan pepohonan ini merupakan bagian dari sistem irigasi yang mengatur aliran air dari wilayah Sukamulya ke Desa Loyang. Tokoh masyarakat setempat, Jalaludin Mahpud, mengungkapkan fungsi utama dari jembatan tersebut. “Itu jembatan pengatur air (pembagi air), jadi zaman dulunya. Itu bukan sungai, jadi semacam kali kecil (mirip irigasi) dari aliran Sukamulya masuk Desa Loyang disekat namanya bedahan,” jelas Jalaludin, Kamis (15/5/2025). Sistem irigasi ini memainkan peran penting dalam pengendalian air, terutama saat debit air meningkat. Air yang melimpah dialirkan ke Sungai Cipanas untuk menghindari banjir di kawasan permukiman dan ladang warga, yang saat itu masih berupa jalan setapak dan lahan penggembalaan. “Ini urusannya tata air, karena kalau airnya banyak bisa meluap, bisa banjir. Makanya itu dilepas jadinya kan sungai,” tambahnya. Meski tak lagi difungsikan secara teknis sejak masa kemerdekaan, struktur ini tetap berdiri tegar. Bahkan ketika wilayah tersebut dilanda hujan deras, angin kencang, dan perubahan cuaca ekstrem, bangunan ini masih menunjukkan kekokohannya. “Sudah gak berfungsi saat Belanda mulai meninggalkan Indonesia, kemudian ketika akses Jalan Loyang ke Amis semakin padat, dulu mah masih pakai jembatan gantung. Sungainya udah besar karena kakek Munawar dan kakek saya Kiyai Satipi minta loneng (rel kereta api) untuk lori, itu untuk kayu, jadinya ada jembatan sekarang disebutnya jembatan Pendil Keli,” ungkap Jalaludin. Kehadiran jembatan pembagi air ini menjadi pengingat bahwa tata kelola air bukanlah hal baru di Indramayu. Peninggalan kolonial tersebut menyimpan nilai historis yang layak untuk diteliti dan dilestarikan, sebagai bagian dari upaya pelestarian cagar budaya lokal. Baca juga: Mengkritisi Pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPST) di Kabupaten Indramayu Tradisi Nyapu Duit di Jembatan Sewo Indramayu: Antara Keunikan, Mitos, dan Kontroversi

Lampu Jalan Mati di Ruas Kangampel–Jatibarang, Warga Minta Pemerintah Bertindak

LEFT-BACK.COM, KARANGAMPEL – Kerusakan penerangan jalan umum (PJU) di sepanjang ruas jalan Kangampel–Jatibarang, tepatnya di Blok Bucere, Desa Mundu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Indramayu, memicu keluhan dari warga setempat. Mereka menilai pemerintah lamban dalam merespons kondisi yang sudah lama membahayakan pengguna jalan, terutama saat malam hari. “Banyak kecelakaan terjadi belakangan ini, mungkin karena jalan yang berliku dan lampu PJU yang tidak berfungsi. Kebanyakan korbannya mengalami kecelakaan tunggal,” ungkap Kardani, warga setempat, Kamis (1/4/2025). Hasil pantauan di lapangan menunjukkan beberapa titik yang rawan kecelakaan, termasuk di depan sekolah dan kantor PLN Mundu, berada dalam kondisi gelap karena lampu jalan tidak menyala. Beberapa tiang PJU bahkan sudah terpasang, namun tidak difungsikan, sehingga tidak memberikan manfaat bagi pengguna jalan. “Sudah lama lampu jalan di sekitar sini mati. Di depan PLN itu malah sudah bertahun-tahun dibiarkan begitu saja. Padahal jalannya besar dan berkelok, sangat berbahaya kalau dilalui malam hari tanpa pencahayaan,” tambahnya. Selain risiko kecelakaan, warga juga mengeluhkan meningkatnya potensi gangguan keamanan. Kardani menyebut lokasi yang minim penerangan sering dimanfaatkan untuk kegiatan tawuran, terutama pada malam Minggu, karena suasana jalanan yang gelap dan sepi. “Kalau malam Minggu, sering dijadikan tempat tawuran. Jalan gelap dan sepi, jadi rawan. Kami berharap pemerintah segera memperbaiki PJU agar bisa digunakan sebagaimana mestinya,” ujarnya. Sebagai bentuk kepedulian sekaligus sindiran, warga memasang papan peringatan bertuliskan “Jalan Gelap Rawan Laka Lantas! #WaniBeberes” di salah satu tiang lampu jalan yang tidak berfungsi. Aksi tersebut menjadi simbol desakan kepada pemerintah agar segera mengambil langkah konkret demi keselamatan bersama. Baca juga: DREAMERS Rilis Album Perdana “Bersamamu”, Gaet Jutaan Penonton dan Ajak Para Pemimpi Ramaikan Musik Indonesia Indramayu: Paradoks Cahaya Literasi dan Angka Melek Huruf Kesepian: Pengalaman Hakiki yang Melekat pada Kehidupan Manusia

DREAMERS Rilis Album Perdana “Bersamamu”, Gaet Jutaan Penonton dan Ajak Para Pemimpi Ramaikan Musik Indonesia

LEFT-BACK.COM, BOGOR – Band indie asal Bogor, DREAMERS, resmi merilis album perdana bertajuk “Bersamamu” melalui platform digital dan media sosial. Dirilis secara independen, album ini langsung mencuri perhatian publik dengan mencatat jangkauan lebih dari 2,1 juta penonton dalam 10 hari pertama peluncurannya. Album “Bersamamu” merupakan wujud nyata mimpi para personel DREAMERS untuk menembus industri musik Tanah Air. Tak ada inspirasi spesifik dalam penciptaannya, namun semangat kebersamaan menjadi benang merah seluruh lagu yang disusun secara kolaboratif. “Kami ini para pemimpi yang ingin bermimpi bersama. Album ini adalah bukti bahwa mimpi bisa diraih,” ujar Lisna Gina, vokalis DREAMERS. Rabu, 30 April 2025. Band yang digawangi oleh Lisna Gina (vokal), Iwan Nawi (gitar), Gie (gitar), Uwil (drum), dan Iqbal (bass) ini membangun seluruh proses kreatif secara independen dari basecamp mereka di Bogor. Meski proses penulisan lagu berjalan lancar, tantangan teknis seperti jadwal yang padat dan ide-ide baru pasca rekaman sempat memperpanjang waktu produksi. Mengusung konsep kebersamaan, DREAMERS mempersembahkan album ini untuk para penggemar yang mereka sebut “Para Pemimpi.” Lagu-lagu dalam “Bersamamu” disusun dengan aransemen yang ringan dan lirik yang menyentuh, agar bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. Satu single andalan dari album ini telah lebih dulu dirilis dan mendapatkan respons positif. Di media sosial, DREAMERS mencatatkan 681 penayangan video, 81 subscriber baru, dan 76 tanda suka dalam waktu singkat. “Semua orang aktif di media sosial. Jadi penting untuk promosi. Tapi kami juga rencanakan tur promo ke berbagai kota di Indonesia,” ujar Iwan Nawi. Meski belum menghadirkan kolaborasi dalam album debut ini, DREAMERS mengungkap sedang menjajaki kerja sama dengan musisi ternama dan mempersiapkan tur promosi ke berbagai kota. “Kami ingin terus melangkah. Mimpi kami belum selesai. Album ini adalah awal,” tutup Lisna Gina dengan penuh optimisme. Baca juga: Kesepian: Pengalaman Hakiki yang Melekat pada Kehidupan Manusia Perjalanan Hidup Sang Legenda: John Lennon, Gugur Tragis di Tangan Penggemar Fanatik

Pengurus Padepokan Pencak Silat Garuda Nusantara Cabang Kabupaten Bogor Resmi Dibentuk di Tiara Camp Citeko

LEFT-BACK.COM, CISARUA – Tiara Camp, yang berlokasi di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, menjadi saksi pelaksanaan acara silaturahmi penting dalam rangka pembentukan kepengurusan Padepokan Pencak Silat Garuda Nusantara Cabang Kabupaten Bogor, Sabtu (26/4/2025). Acara ini dihadiri berbagai pihak yang peduli terhadap pelestarian dan pengembangan olahraga pencak silat di tanah air. Kehadiran mereka menjadi bukti nyata dukungan terhadap budaya asli Indonesia ini. H. Satrio, Ketua Padepokan Pencak Silat Garuda Nusantara Cabang Kabupaten Bogor sekaligus pemilik Tiara Camp, menegaskan bahwa pertemuan ini merupakan langkah awal untuk membangun struktur organisasi yang kuat. “Hari ini merupakan langkah awal pembentukan pengurus Padepokan Pencak Silat Garuda Nusantara Cabang Kabupaten Bogor,” ujar H. Satrio dalam sambutannya. Ia juga menekankan pentingnya melestarikan pencak silat sebagai bagian dari budaya dan jati diri bangsa Indonesia. Sementara itu, Wakil Ketua Bram Mulyana mengungkapkan rencana jangka pendek usai terbentuknya kepengurusan, yakni mendeklarasikan secara resmi keberadaan Padepokan Pencak Silat Garuda Nusantara di Kabupaten Bogor. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat setelah terbentuknya kepengurusan, kita segera mendeklarasikan padepokan ini. Tujuannya agar pencak silat semakin membumi di tatar Pasundan dan Jawa Barat,” jelas Bram Mulyana. Diharapkan, pengurus baru mampu memfasilitasi latihan rutin, berbagai kegiatan, serta memperkenalkan pencak silat kepada generasi muda. Tujuan jangka panjangnya, Kabupaten Bogor diharapkan mampu mencetak banyak atlet pencak silat berprestasi di tingkat regional maupun nasional. Baca juga: Rungkun Awi Rayakan Hari Bumi 2025, Ajak Warga Bersih-Bersih Sungai Cisampay di Cisarua Bogor Mahkota Binokasih Disambut Khidmat di Talaga Warna Cisarua, Bagian dari Kirab Budaya Galuh-Pakuan Pajajaran

Hari Bumi 2025, NUSATANI Tanam 260 Pohon Buah di Bogor Selatan dan Dorong Gerakan “Satu Rumah Satu Pohon

LEFT–BACK.COM, BOGOR SELATAN – Dalam rangka memperingati Hari Bumi Sedunia yang jatuh pada 22 April, komunitas lingkungan NUSATANI menanam sebanyak 260 bibit pohon produktif di Jalan Raya BNR, RT 04/RW 10, Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Selasa (22/4/2025). Aksi penanaman pohon ini menjadi bagian dari kampanye bertema “Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dan Inisiatif Hijau Bumi Berkelanjutan.” Tidak hanya fokus pada penghijauan, NUSATANI juga mengutamakan aspek keberlanjutan dengan memilih tanaman yang memiliki nilai produktif dan ekonomis. Kegiatan ini digagas oleh NUSATANI, komunitas yang telah aktif sejak 2012 dalam berbagai inisiatif lingkungan. Ketua NUSATANI, Putra Sungkawa, mengatakan bahwa pohon-pohon yang ditanam terdiri dari jambu kristal, kelor, kemang, dan aneka tanaman buah lainnya. “Kami tidak hanya ingin masyarakat menanam pohon, tapi juga merasakan manfaatnya secara langsung. Inilah mengapa kami menanam pohon produktif,” ujarnya. Selain itu, kegiatan ini mendapat dukungan dari pemerintah setempat. Camat Bogor Selatan, Irman Khaerudin, turut mengapresiasi langkah NUSATANI. “Apa yang dilakukan NUSATANI sangat positif. Kami siap berkolaborasi menjaga kelestarian lingkungan,” kata Irman. Aksi tanam pohon dilakukan di Jalan Raya BNR, wilayah Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, pada Selasa, 22 April 2025 bertepatan dengan peringatan Hari Bumi Sedunia. Menurut Putra, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penghijauan dan ketahanan pangan keluarga. Ia juga menyoroti perubahan iklim yang mulai dirasakan langsung oleh warga Kota Bogor. “Bogor dulu dikenal sebagai kota hujan, sekarang terasa semakin panas. Kita harus bekerja lebih keras untuk mengembalikan kesegarannya,” ujarnya prihatin. Tak hanya penanaman pohon, NUSATANI juga mengusulkan program “Satu Rumah Satu Pohon” sebagai solusi menghadapi pemanasan global. Bagi rumah yang tidak memiliki lahan, sistem tabulampot (tanaman buah dalam pot) bisa menjadi alternatif yang mudah diterapkan. Selain penghijauan, NUSATANI juga menjalankan berbagai program lingkungan lainnya seperti bank sampah, serta merintis bank pupuk dan bank pakan untuk mendukung pertanian berkelanjutan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sejak berdiri, NUSATANI telah menanam lebih dari 5.000 pohon di berbagai lokasi. Meski beberapa di antaranya rusak akibat cuaca ekstrem, penanaman ulang terus dilakukan. Kawasan yang mereka kelola kini mencakup hutan kota di eks-lahan bola seluas 3,3 hektare, dan area tambahan seluas 3.000 meter persegi di wilayah Sungkawa. Dengan langkah nyata ini, NUSATANI berharap bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat luas untuk bersama-sama menjaga bumi dan menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Baca juga: Rungkun Awi Rayakan Hari Bumi 2025, Ajak Warga Bersih-Bersih Sungai Cisampay di Cisarua Bogor Terbengkalai Bertahun-tahun, Rumah Sakit Ini Siap Dihidupkan Lagi oleh Bupati Indramayu

Mahkota Binokasih Disambut Khidmat di Talaga Warna Cisarua, Bagian dari Kirab Budaya Galuh-Pakuan Pajajaran

LEFT-BACK.COM, CISARUA – Prosesi kirab panji dan mahkota Binokasih berlangsung khidmat di kawasan Talaga Warna, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, pada Senin, 21 April 2025. Acara ini merupakan rangkaian dari Festival Keraton Sumedang Larang yang digelar sejak 19 April 2025 di Ciamis dan akan berlanjut 27 April 2025 di Sumedang. Kegiatan sakral ini dihadiri oleh Forkopimcam Cisarua, para sesepuh dari Cisarua dan Sumedang, komunitas budaya, serta masyarakat yang antusias menyambut mahkota bersejarah tersebut. Kepala Desa Tugu Utara, Asep Ma’mun, menjelaskan bahwa prosesi ini merupakan bagian dari perjalanan budaya yang menghubungkan dua kerajaan besar di masa lalu, yakni Kerajaan Galuh dan Kerajaan Pakuan Pajajaran. “Kirab ini momennya bertepatan dengan Hari Jadi Bogor. Nanti prosesi akbarnya akan digelar di Pemkab Bogor. Tapi sebelumnya, mahkota ini memang harus singgah dulu di Talaga Warna sebagai simbol pertemuan sejarah peradaban Sunda,” ujarnya. Asep menambahkan, ada tiga poin utama dari kirab ini, yaitu: pemberdayaan literasi budaya, pelestarian (ngamumule) budaya Sunda, dan edukasi kepada masyarakat mengenai peradaban Kerajaan Pajajaran. Dalam prosesi ini juga dilakukan penyematan pin kepada para tokoh masyarakat Cisarua, termasuk Kepala Desa, sebagai bentuk apresiasi dari Keraton Sumedang Larang. Hj. Rosmaya Intan Diana, seorang guru spiritual dan budayawan, menjelaskan alasan pentingnya mahkota Binokasih singgah di Talaga Warna. “Talaga Warna adalah warisan leluhur yang tak diketahui pasti usianya, tetapi memiliki makna filosofis mendalam. Air adalah sumber kehidupan dan Talaga Warna melambangkan kekuatan alam dan keseimbangan,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa mahkota Binokasih adalah lambang penyatuan Kerajaan Galuh dan Pakuan Pajajaran oleh Prabu Siliwangi, atau Prabu Sri Baduga Maharaja. Gunung Sumbung (kini lokasi menara Telkom di Puncak) menjadi simbol batas dua kerajaan tersebut. Rosmaya menegaskan bahwa nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Binokasih, seperti silih asah, silih asih, dan silih asuh, harus terus dijaga dan diwariskan. Ia juga menyentil fenomena bencana alam di kawasan Puncak yang menurutnya berkaitan dengan rusaknya tatanan dan keseimbangan alam akibat ulah manusia. “Kami para karuhun tidak ridho jika alam rusak. Jangan sombong dan angkuh. Puncak ini adalah tanah sejarah, banyak situs dan makam leluhur yang belum tergali. Kita harus jaga alam sebagai ciptaan Tuhan,”. Tegas Rosmaya dalam kondisi seperti kerasukan. Prosesi mahkota Binokasih ini merupakan bagian awal dari upaya revitalisasi budaya Sunda, meneguhkan kembali jejak peradaban yang sempat pudar, dan menjadi pengingat agar masyarakat tak melupakan akar sejarahnya. Baca juga: Rungkun Awi Rayakan Hari Bumi 2025, Ajak Warga Bersih-Bersih Sungai Cisampay di Cisarua Bogor Terbengkalai Bertahun-tahun, Rumah Sakit Ini Siap Dihidupkan Lagi oleh Bupati Indramayu