LEFT-BACK.COM – Dunia sepak bola Indonesia berduka atas kepergian Bejo Sugiantoro, salah satu bek legendaris yang pernah dimiliki Persebaya Surabaya dan Timnas Indonesia. Bejo meninggal dunia pada Selasa sore (25/2/2025), meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, sahabat, dan pencinta sepak bola Tanah Air. Perjalanan Karier: Dari Nol Hingga Menjadi Legenda Bejo Sugiantoro lahir di Sidoarjo pada 2 April 1977 dari keluarga sederhana. Meski tidak berasal dari latar belakang yang berkecukupan, bakat alaminya dalam mengolah bola tak luput dari perhatian seorang tetangga yang kemudian membantunya masuk ke Sekolah Sepak Bola (SSB). “Berawal dari talent scouting tetangga saya yang mempunyai uang dan menemukan bakat saya, lalu diikutkan SSB,” kenang Bejo dalam sebuah wawancara. Berkat dukungan itu, Bejo mulai menapaki karier sepak bola secara profesional. Pada usia 17 tahun, ia menandatangani kontrak profesional bersama Persebaya Surabaya. Kariernya dimulai dari tim junior, kemudian berkembang pesat hingga akhirnya masuk skuad senior Bajul Ijo pada 1994. “Dari Persebaya junior tiga tahun, terus ke senior jadi berjenjang, dulu itu Piala Soeratin. Tahun 1994 saya masuk tim senior Persebaya, umur 17 sudah di tim profesional,” tuturnya. Kesetiaan untuk Persebaya dan Kejayaan di Timnas Sebagian besar perjalanan karier Bejo dihabiskan bersama Persebaya Surabaya. Ia membela klub kebanggaan Kota Pahlawan ini dalam dua periode, yaitu 1994–2003 dan 2004–2008. Selama berseragam Bajul Ijo, Bejo sukses mengantarkan tim meraih dua gelar Liga Indonesia pada musim 1996/1997 dan 2004. Trofi Liga Indonesia 2004 menjadi gelar terakhir Persebaya di kasta tertinggi hingga saat ini. Perannya sebagai libero begitu dominan, menjadikannya salah satu bek terbaik yang pernah dimiliki klub ini. Kepiawaiannya dalam membaca permainan dan ketenangannya di lini belakang membuatnya menjadi ikon bagi Bonek, suporter setia Persebaya. Tak hanya di level klub, Bejo juga menjadi pilar Timnas Indonesia. Ia memperkuat Garuda dari 1997 hingga 2004, berpartisipasi dalam berbagai turnamen internasional. Prestasi terbaiknya di level timnas adalah membawa Indonesia meraih medali perak di SEA Games 1997 dan medali perunggu di SEA Games 1999. Warisan Seorang Legenda: Meneruskan Darah Sepak Bola Dedikasi Bejo terhadap sepak bola tidak berhenti setelah gantung sepatu. Ia melanjutkan kiprahnya sebagai pelatih, termasuk menjadi bagian dari tim kepelatihan Persebaya dan Timnas Indonesia U-23. Semangat dan pengalamannya menjadi inspirasi bagi banyak pemain muda. Tak hanya itu, darah sepak bolanya mengalir ke sang putra, Rachmat Irianto. Seperti sang ayah, Irianto tumbuh menjadi pesepak bola profesional dan telah memperkuat Timnas Indonesia serta beberapa klub besar Tanah Air. Saat ini, ia bermain untuk Persib Bandung dan menjadi salah satu gelandang bertahan terbaik di Indonesia. Selamat Jalan, Bejo Sugiantoro Kepergian Bejo Sugiantoro menjadi kehilangan besar bagi dunia sepak bola Indonesia. Namun, warisan yang ia tinggalkan akan terus hidup dalam ingatan para penggemar dan generasi penerus sepak bola nasional. Selamat jalan, legenda. Terima kasih atas dedikasi dan perjuanganmu untuk sepak bola Indonesia. Namamu akan selalu dikenang di hati para pencinta sepak bola Tanah Air. Baca juga: Kontradiksi PSSI: Timnas Eropa, Liga Amatiran – Potret Buram Sepak Bola Indonesia Johan Cruyff dan Jersey Ikoniknya: Keteguhan Prinsip di Piala Dunia 1974 Tiago Rech: Suporter Tunggal yang Kini Menjadi Presiden Klub Santa Cruz
Tag: Indonesia
Es Teh: Minuman Favorit yang Menopang Ekonomi Indonesia
LEFT-BACK.COM – Es teh telah menjadi salah satu minuman paling digemari masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Tidak hanya disajikan di rumah, tempat makan, atau warung, kini es teh telah berkembang menjadi bisnis modern dengan berbagai inovasi rasa dan kemasan. Dulunya, es teh sering dijual secara sederhana, mulai dari gerobak pinggir jalan hingga acara besar seperti kajian agama, konser, atau saat berada di tengah kemacetan. Fenomena ini menunjukkan bahwa es teh bukan sekadar minuman, tetapi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup masyarakat Indonesia. Indonesia, Penghasil Teh Dunia Sebagai salah satu penghasil teh utama di dunia, Indonesia memiliki peran penting dalam perdagangan teh global. Berdasarkan data Satu Data Pertanian, Indonesia menempati posisi ke-13 sebagai negara eksportir teh terbesar dunia dengan rata-rata nilai ekspor sebesar USD 111,014 ribu ton per tahun pada periode 2015-2019. Ini menyumbang sekitar 1,46% dari total nilai ekspor teh dunia. Produksi teh Indonesia sebagian besar berasal dari Provinsi Jawa Barat yang menyumbang 69,21% dari total areal perkebunan teh nasional. Kabupaten Cianjur dan Tasikmalaya menjadi pusat utama produksi teh di wilayah tersebut. Provinsi Jawa Tengah dan Sumatera Utara menyusul dengan kontribusi masing-masing sebesar 9,22% dan 5,46%. Baca juga: Tradisi Penyapu Koin di Jembatan Sewo: Warisan Budaya Pantura yang Sarat Makna Konsumsi Domestik yang Meningkat Meskipun ekspor teh Indonesia mengalami penurunan dalam delapan tahun terakhir, konsumsi domestik justru meningkat signifikan. Berdasarkan jurnal Radar, konsumsi teh dalam negeri tumbuh 4% setiap tahun dari 2005 hingga 2018. Pada tahun 2018, konsumsi teh dalam negeri mencapai 105.000 ton, atau sekitar 75% dari total produksi teh nasional. Peningkatan ini didorong oleh maraknya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memanfaatkan teh sebagai bahan baku utama, termasuk untuk diversifikasi produk seperti es teh. Bahkan, menurut Rafika (2023), permintaan teh siap saji di Indonesia lebih tinggi dibandingkan permintaan air mineral. Es Teh, Minuman Favorit di Bulan Ramadan Es teh juga menjadi minuman favorit selama bulan Ramadan. Menurut survei Kurious Katadata Insight Centre, teh menduduki peringkat kedua sebagai minuman paling sering dikonsumsi saat berbuka puasa dan sahur. GoodStats mencatat bahwa popularitas es teh tak tergoyahkan di kalangan masyarakat Indonesia, terutama pada saat berbuka puasa. Kontribusi Ekonomi dari Rantai Produksi Teh Rantai produksi teh, mulai dari petani, distributor, hingga penjual es teh, memainkan peran vital dalam ekonomi Indonesia. Data dari Basorudin (2019) menunjukkan bahwa industri teh menyerap sekitar dua juta tenaga kerja dengan rata-rata 3-4 orang per hektar lahan perkebunan. Maraknya bisnis es teh gerobakan di pinggir jalan juga memperkuat perekonomian lokal dengan menciptakan lapangan kerja dan mendorong konsumsi teh dalam negeri. Baca juga: Mengenang Gajayana, Stadion Tertua di Indonesia Merek Teh Favorit Indonesia Survei Jakpat (jejak pendapat) yang disadur oleh GoodStats menunjukkan bahwa Sari Wangi menjadi merek teh celup favorit masyarakat Indonesia, dengan 77,4% responden memilihnya. Hal ini membuktikan bahwa teh masih menjadi minuman yang melekat erat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Dengan konsumsi teh yang terus meningkat dan inovasi di sektor UMKM, teh tidak hanya menjadi komoditas ekspor andalan tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi domestik yang berkelanjutan. Fenomena es teh modern adalah bukti nyata bagaimana teh terus beradaptasi dengan tren dan kebutuhan pasar.
Membandingkan Dua Kiper Berdarah Indonesia yang Berkiprah di Kancah Internasional: Maarten Paes, Emil Audero Mulyadi
LEFT-BACK.COM – Emil Audero Mulyadi dan Maarten Paes adalah dua penjaga gawang berdarah Indonesia yang sukses menembus liga sepak bola papan atas di Eropa dan Amerika. Meski berada di jalur yang berbeda, keduanya sama-sama menunjukkan kualitas di bawah mistar gawang. Penasaran dengan perjalanan karier keduanya? Mari kita telusuri mulai dari jumlah penampilan hingga nilai transfer berdasarkan data terkini dari Transfermarkt.com. Emil Audero: Karier di Italia dengan Catatan Stabil Emil Audero Mulyadi, pemain sepak bola kelahiran Mataram, Indonesia, pada 18 Januari 1997, kini menjadi salah satu penjaga gawang yang berkompetisi di Serie A, liga elite Italia. Dengan perjalanan karier yang penuh dinamika, Emil telah menunjukkan dedikasi dan konsistensinya meski menghadapi berbagai tantangan. Karier profesional Emil dimulai bersama Juventus pada musim 2016/2017. Meski hanya tampil dalam satu pertandingan, pengalaman bersama klub besar menjadi fondasi awal perjalanan Emil. Pada musim berikutnya, ia dipinjamkan ke Venezia di Serie B. Dalam 39 pertandingan, ia mencatat 14 clean sheet dan kebobolan 41 gol, performa yang cukup solid untuk seorang kiper muda. Musim 2018/2019 membawa Emil ke Sampdoria, di mana ia kembali menjalani masa peminjaman sebelum akhirnya mendapatkan kontrak permanen hingga 2024. Selama lima musim membela Sampdoria, Emil tampil dalam 169 pertandingan, mencatat 38 clean sheet, dan kebobolan 260 gol. Meskipun statistiknya diwarnai oleh jumlah kebobolan yang cukup tinggi, Emil tetap menjadi pilihan utama Sampdoria di bawah mistar. Namun, pada musim 2023/2024, Emil dipinjamkan ke Inter Milan. Sayangnya, ia hanya dimainkan enam kali dengan catatan dua clean sheet dan delapan kebobolan. Kurangnya waktu bermain di Inter membawa Emil ke babak baru dalam kariernya pada musim 2024/2025, ketika ia bergabung dengan Como, klub Serie A yang disokong oleh perusahaan Indonesia, Djarum. Hingga matchday ke-12, Emil sudah tampil tujuh kali untuk Como dengan kebobolan 16 gol. Secara total, Emil Audero telah memainkan 222 pertandingan sepanjang karier profesionalnya, mencatat 54 clean sheet, dan kebobolan 326 gol. Karier Internasional Emil sempat membela timnas Italia di berbagai kelompok usia, dari U-15 hingga U-21, dengan total 35 caps. Meski belum pernah membela tim senior Italia, nama Emil tetap menjadi sorotan, terutama karena potensi untuk membela tim nasional Indonesia di masa depan. Baca juga: Miliki Liga Amatir, Kisah Uruguay Lepas dari Jeratan Monopoli Kapatilisme Prestasi Sepanjang kariernya, Emil telah meraih delapan trofi: 4× Juara Liga Italia: Juventus (2014/15, 2015/16, 2016/17) dan Inter Milan (2023/24). 2× Juara Coppa Italia: Juventus (2015/16, 2016/17). 1× Juara Supercoppa Italiana: Inter Milan (2023/24). 1× Juara Supercoppa Primavera: Juventus Primavera (2013/14). Nilai Pasar Puncak nilai pasar Emil tercatat pada 2019 dengan angka €15 juta. Namun, saat ini nilainya menurun menjadi €5 juta atau sekitar 24 milyar lebih apabila dalam rupiah yang mencerminkan perjalanan karier yang penuh pasang surut. Maarten Paes: Kiper Berdarah Indonesia yang Berjaya di MLS Maarten Paes, penjaga gawang kelahiran Nijmegen, Belanda, pada 14 Mei 1998, adalah salah satu pemain berdarah Indonesia yang mencatatkan karier impresif di Major League Soccer (MLS). Saat ini, ia bermain untuk FC Dallas dan menjadi salah satu andalan klub. Karier Paes dimulai di klub lokal NEC Nijmegen. Meski tidak mendapatkan menit bermain selama dua musim, ia bergabung kembali dengan klub masa kecilnya, FC Utrecht, pada 2018. Selama empat musim bersama Utrecht, Paes tampil dalam 48 pertandingan, mencatat 12 clean sheet, dan kebobolan 63 gol. Tahun 2022 menjadi awal petualangannya di Amerika Serikat. Bergabung dengan FC Dallas, Maarten segera menjadi pilihan utama di bawah mistar. Hingga saat ini, ia telah bermain dalam 105 pertandingan, mencatat 23 clean sheet, dan kebobolan 134 gol. Secara keseluruhan, Maarten Paes telah tampil dalam 157 pertandingan di level profesional dengan torehan 25 clean sheet dan 200 gol kebobolan. Baca juga: Mario Kempes: Legenda Argentina yang Menginspirasi Hingga Mampir ke Indonesia Karier Internasional Di level internasional, Paes pernah membela timnas Belanda di kelompok usia U-18 hingga U-21. Namun, pada 2024, ia memilih untuk membela tim nasional Indonesia di bawah asuhan Shin Tae-yong. Keputusannya menjadi salah satu momen penting dalam kariernya, terutama saat ia turut berjuang di kualifikasi Piala Dunia 2026. Nilai Pasar Nilai pasar Maarten Paes sempat mengalami fluktuasi, dari €1,5 juta pada 2019, turun menjadi €800 ribu pada 2021, dan kembali meningkat menjadi €1,5 juta pada 2024. Tren ini mencerminkan performa dan konsistensi yang terus meningkat, terutama di MLS. Dua Bintang Berdarah Indonesia di Pentas Dunia Emil Audero dan Maarten Paes menunjukkan bahwa darah Indonesia memiliki tempat di kancah sepak bola internasional. Meski melalui jalur yang berbeda, keduanya membuktikan bahwa kerja keras, konsistensi, dan dedikasi mampu membawa mereka bersinar di liga-liga top dunia. Emil dengan pengalamannya di Serie A dan Maarten sebagai andalan di MLS menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia untuk berani bermimpi besar di dunia sepak bola atau sekitar 82 milyar lebih.
Mario Kempes: Legenda Argentina yang Menginspirasi Hingga Mampir ke Indonesia
LEFT-BACK.COM – Mario Kempes adalah nama yang lekat dengan kejayaan sepak bola Argentina. Bermain dalam tiga edisi Piala Dunia, Kempes mencapai puncak kariernya pada 1978 saat membawa Argentina menjadi juara dunia untuk pertama kalinya. Tak hanya itu, ia juga menyabet gelar top skor dengan enam gol, menjadikannya bintang utama dalam sejarah sepak bola Argentina. Kesuksesan di Level Klub Selain bersinar di level tim nasional, Kempes juga mencatatkan prestasi gemilang di klub. Masa keemasannya terjadi saat ia membela Valencia dari 1976 hingga 1981. Selama periode ini, Kempes mempersembahkan berbagai trofi bergengsi untuk klub berjuluk Los Che, termasuk: Piala Super Spanyol (1978/79) Piala Winners (1979/80) Piala Super Eropa (1980) Pada 1981, Kempes kembali ke Argentina untuk membela River Plate. Namun, tak lama kemudian Valencia memanggilnya pulang. Sayangnya, performa Kempes di periode keduanya bersama Valencia tidak sebaik sebelumnya, hingga akhirnya ia pindah ke Hercules, klub Spanyol lainnya. Setelah gagal menemukan kembali performa terbaiknya di Hercules, Kempes hijrah ke Austria. Di sana, ia menghabiskan enam tahun bersama tiga klub berbeda: First Vienna, St. Polten, dan Kremser SC. Baca juga: Derby della Madonnina : Lebih dari Sekadar Pertandingan, Sebuah Gaya Hidup yang Mendalam Karier di Indonesia: Babak Baru di Asia Usia yang semakin menua membuat Kempes kesulitan bersaing di Eropa. Namun, ia tetap aktif berkarier dan mencoba peran baru sebagai asisten pelatih di Valencia. Pada 1996, Kempes mengejutkan dunia dengan keputusannya pindah ke Indonesia untuk bergabung dengan Pelita Jaya. Kempes didatangkan sebagai pemain sekaligus pelatih, membawa angin segar bagi sepak bola Indonesia. Meski usianya telah mencapai 42 tahun, Kempes masih mampu menunjukkan kemampuannya sebagai striker kelas dunia. Dalam 15 pertandingan bersama Pelita Jaya, ia mencetak 10 gol—sebuah pencapaian luar biasa untuk pemain di usia tersebut. Namun, Kempes akhirnya memutuskan gantung sepatu untuk fokus pada karier kepelatihan. Karier Kepelatihan dan Kehidupan Setelah Sepak Bola Sebagai pelatih, Kempes memang tidak terlalu bersinar. Ia belum pernah menangani klub besar, namun berhasil membawa The Strongest menjadi juara Liga Bolivia pada 1999—sebuah prestasi yang cukup membanggakan. Karier kepelatihannya berakhir pada 2001, setelah hanya berlangsung beberapa tahun. Setelah pensiun dari dunia sepak bola, Kempes beralih menjadi komentator. Dengan pengalamannya yang luar biasa, ia memberikan wawasan mendalam tentang sepak bola kepada penggemar di seluruh dunia. Baca juga: Ajax Kembali ke Akar: Logo Klasik Siap Hiasi Jersey di Musim 2025/2026 Warisan Sang Legenda Mario Kempes tidak hanya dikenal sebagai pemain berbakat, tetapi juga sebagai pribadi yang terus menginspirasi generasi muda. Dari kemenangan di Piala Dunia 1978 hingga petualangannya di Indonesia, Kempes membuktikan bahwa semangat dan dedikasi dapat membawa seseorang melampaui batas-batas geografis dan usia. Hingga kini, Kempes tetap menjadi simbol perjuangan dan kejayaan sepak bola, baik bagi Argentina maupun dunia.
Naturalisasi Pemain dalam Sepak Bola : Antara Strategi, Kontroversi, dan Nasionalisme
LEFT-BACK.COM – Naturalisasi pemain dalam dunia sepak bola bukanlah hal baru. Fenomena ini telah berlangsung selama puluhan tahun, diwarnai oleh pertimbangan sejarah, hukum, politik, serta semangat nasionalisme yang kuat. Sejarah Singkat Naturalisasi dalam Sepak Bola Ide naturalisasi pemain sepak bola sebenarnya telah muncul sejak abad ke-19, ketika negara-negara kolonial merekrut pemain dari wilayah jajahannya untuk memperkuat tim nasional mereka. Namun, fenomena ini baru mendapat sorotan tajam pada abad ke-20, seiring dengan pesatnya perkembangan kompetisi sepak bola internasional dan aturan ketat yang diberlakukan oleh FIFA. Naturalisasi di Indonesia : Jejak Sejarah yang Panjang Di Indonesia, naturalisasi pemain sepak bola memiliki sejarah panjang dan menarik. Era Kolonial : Praktik naturalisasi mungkin sudah berlangsung sejak masa kolonial Belanda. Pemain-pemain keturunan Eropa yang lahir dan besar di Indonesia kemungkinan pernah memperkuat timnas Hindia Belanda. Pasca Kemerdekaan : Setelah Indonesia merdeka, praktik naturalisasi tetap berjalan meski dalam skala terbatas. Salah satu catatan penting adalah naturalisasi Arnold van der Vin, yang dianggap sebagai pemain pertama berdarah asing yang memperkuat timnas Indonesia pada 1950-an. Era Modern : Beberapa tahun terakhir, Indonesia semakin aktif menaturalisasi pemain untuk memperkuat timnas. Langkah ini didorong oleh keinginan meningkatkan prestasi Indonesia di kancah internasional. Baca juga: Arsitektur yang Berbicara : Membaca Makna dibalik Desain Gelora Bung Karno Alasan di Balik Naturalisasi Beberapa alasan umum di balik keputusan suatu negara menaturalisasi pemain sepak bola, termasuk Indonesia. Meningkatkan Prestasi : Tujuan utamanya adalah memperkuat tim nasional dengan pemain berkualitas tinggi yang dapat meningkatkan performa tim. Menutup Kekurangan di Posisi Tertentu : Naturalisasi sering kali menjadi solusi untuk mengisi posisi yang dianggap lemah, seperti ketika timnas kekurangan pemain berkualitas di posisi tertentu. Mendekatkan Hubungan dengan Diaspora: Naturalisasi pemain keturunan Indonesia yang tinggal di luar negeri juga menjadi cara mempererat ikatan diaspora dengan tanah air. Kontroversi dan Perdebatan Naturalisasi pemain selalu menimbulkan perdebatan. Sebagian pihak mendukungnya sebagai cara efektif untuk meningkatkan kualitas timnas. Namun, ada pula yang menentang dengan alasan bahwa naturalisasi mengurangi kesempatan pemain lokal untuk berkembang dan memicu kesan bahwa prestasi tim nasional bergantung pada kekuatan asing. Baca juga: Old Firm Derby : Rivalitas Abadi yang Mengakar Dalam Sejarah Pertimbangan Hukum dan Regulasi Proses naturalisasi dalam sepak bola melibatkan pertimbangan hukum yang kompleks. Setiap negara memiliki aturan berbeda tentang prosedur dan persyaratan naturalisasi. Di tingkat internasional, FIFA juga menetapkan regulasi ketat terkait kewarganegaraan pemain yang dapat bertanding dalam kompetisi internasional. Penutup Naturalisasi dalam sepak bola adalah fenomena yang melibatkan aspek sejarah, hukum, politik, dan budaya. Meski sering menimbulkan kontroversi, tidak bisa dipungkiri bahwa naturalisasi telah memberi kontribusi signifikan bagi perkembangan sepak bola di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pada akhirnya, naturalisasi tetap menjadi bagian dari strategi kompetitif dan diplomasi olahraga dala menghadapi persaingan global.