Indramayu: Paradoks Cahaya Literasi dan Angka Melek Huruf

LEFT-BACK.COM – Jawa Barat, provinsi penuh warna dan keberagaman, adalah rumah bagi sejumlah kisah keberhasilan literasi yang patut dibanggakan. Di tahun 2023, indeks pembangunan literasi masyarakat (IPLM) menunjukkan angka yang cukup menggembirakan di banyak wilayah. Kota-kota seperti Bandung, Cimahi, dan Tasikmalaya bersinar terang, baik dalam angka melek huruf maupun IPLM. Namun, di balik gemerlapnya data literasi Jawa Barat, ada satu kabupaten yang seakan-akan berada di persimpangan antara kemajuan dan stagnasi: Indramayu.   Ketimpangan dalam Angka Melek Huruf   Angka melek huruf di Jawa Barat pada tahun 2023 rata-rata mencapai 98,51%, sebuah pencapaian yang layak dirayakan. Kota Bandung memimpin dengan 99,87%, diikuti oleh Kota Cimahi (99,64%) dan Kota Tasikmalaya (99,81%). Namun, di sudut barat laut Jawa Barat, Indramayu mencatat angka melek huruf 92,52%, terendah di antara kabupaten dan kota lainnya.   Tahun-tahun sebelumnya tidak menunjukkan banyak perubahan. Pada 2022, angka melek huruf Indramayu hanya 92,34%, sementara di tahun 2021 sempat sedikit naik ke 93,76% sebelum kembali turun. Seolah-olah Indramayu terjebak dalam pusaran kebodohan yang tak berujung, meski potensi ekonominya sebagai lumbung padi nasional begitu besar.   Ironi Angka IPLM   Namun, inilah yang menarik: meskipun angka melek huruf Indramayu terendah, indeks pembangunan literasi masyarakat (IPLM) di kabupaten ini tidak begitu buruk. Pada tahun 2023, IPLM Indramayu mencapai 73,78, jauh di atas rata-rata provinsi (60,02) dan bahkan melampaui beberapa kabupaten yang memiliki angka melek huruf lebih tinggi.   Bagaimana ini bisa terjadi? Indramayu tampaknya unggul dalam beberapa indikator IPLM, seperti pemerataan layanan perpustakaan dan ketercukupan koleksi perpustakaan, yang masing-masing mencetak nilai 1,000. Bahkan, tingkat kunjungan masyarakat ke perpustakaan mencapai 61,93%, salah satu yang tertinggi di Jawa Barat.   Sebuah Paradoks yang Memancing Satire   Indramayu seolah-olah menjadi kabupaten yang gemar mengunjungi perpustakaan tanpa tahu cara membaca buku. Perpustakaan mungkin penuh dengan pengunjung, tetapi apakah mereka benar-benar datang untuk membaca, atau sekadar mencari Wi-Fi gratis dan tempat berteduh dari panasnya terik matahari?   Bayangkan seorang anak di Indramayu yang duduk di perpustakaan megah, dikelilingi ribuan buku, tetapi tidak tahu cara mengeja kata “Indonesia.” Sementara itu, di Kota Bandung, seorang anak seusianya membaca novel ilmiah untuk mempersiapkan olimpiade sains tingkat nasional. Ironi ini mencerminkan ketimpangan struktural dan budaya yang mendalam.   Penutup: Cahaya yang Tertunda   Indramayu adalah sebuah paradoks: lumbung padi nasional yang kesulitan menjadi lumbung pengetahuan. Dengan angka IPLM yang menjanjikan tetapi angka melek huruf yang memprihatinkan, kabupaten ini mengajarkan kita bahwa literasi bukan sekadar soal menyediakan buku dan perpustakaan, tetapi soal membangun budaya membaca yang sejati.   Maka, mari kita berhenti menjadikan Indramayu sebagai bahan ejekan. Sebaliknya, jadikanlah kabupaten ini sebagai simbol harapan, bahwa dengan kerja keras dan komitmen, Indramayu bisa bangkit dari kegelapan menuju terang literasi yang sejati. Semoga tahun-tahun mendatang membawa perubahan nyata, di mana setiap anak di Indramayu tidak hanya tahu cara membaca buku, tetapi juga tahu cara menulis masa depan yang lebih baik.   Baca juga: Kesuksesan Finansial Indramayu: Fatamorgana di Tengah Kegagalan Infrastruktur dan Kemiskinan yang Belum Terselesaikan Ironi Indramayu : Lumbung Padi Termiskin di Jawa Barat Tragedi Munich dan Perjalanan Karier George Best: Kisah Inspiratif dari Duka hingga Legenda   Sumber data: Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat.