Kampung Anyar: Perjalanan Generasi dalam Melestarikan Kerajinan Rajutan di Puncak Bogor

LEFT-BACK.COM – Kampung Anyar, yang terletak di Jalan Siliwangi, Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, bukan sekadar sentra kerajinan rajutan. Lebih dari itu, Kampung Anyar menyimpan kisah perjalanan generasi yang telah menjaga dan mengembangkan warisan ini sejak era kolonial Belanda. Jum’at 14 Februari 2025.

 

Warisan ini dimulai dari pasangan Bapak Sani dan Mak Umin, yang pada masa penjajahan Belanda mulai merajut dan menjual hasil karyanya secara keliling. Dengan alat sederhana dan benang wol sebagai bahan utama, mereka membuat berbagai produk rajutan yang kala itu diminati oleh kalangan pribumi maupun orang-orang Belanda yang tinggal di kawasan Puncak.

 

Seiring waktu, keahlian merajut ini diwariskan kepada anak dan cucu mereka. Umi Mumun Maemunah (67 tahun) dan Umi Ucih (62 tahun) adalah generasi penerus yang sejak kecil sudah diajarkan teknik merajut oleh orang tua mereka. “Dulu saya belajar dari ibu saya, melihat cara dia mengolah benang menjadi barang bernilai jual. Dari situ saya mulai membuat sendiri dan menjualnya,” ujar Umi Mumun.

 

Ketika Puncak mulai ramai dikunjungi wisatawan asing pada era 1980-an hingga 1990-an, produk rajutan dari Kampung Anyar mencapai masa kejayaannya. Yanah Rodianah (45 tahun), yang sejak kecil membantu neneknya berjualan, mengingat betapa larisnya produk mereka. “Dulu kami bisa menjual langsung ke wisatawan asing di villa-villa. Banyak dari mereka yang membeli syal, rompi, dan bantal rajut sebagai oleh-oleh,” kenangnya.

 

Titin Maryani (58 tahun) juga memiliki pengalaman serupa. Ia masih ingat bagaimana dirinya harus belajar bahasa Inggris seadanya untuk menawarkan produk kepada wisatawan dari Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika. “Saya cuma bisa bilang ‘yes’, ‘no’, ‘how much’, tapi mereka tetap membeli. Bahkan, tahun 2015, saya pernah mendapat pesanan dari Amerika Latin untuk rajutan berbahan kulit kayu,” katanya.

 

Namun, perubahan zaman membawa tantangan baru bagi para pengrajin Kampung Anyar. Berkurangnya wisatawan asing dan semakin banyaknya pesaing membuat pemasaran menjadi lebih sulit. Kini, banyak pengrajin yang mengandalkan pemesanan melalui WhatsApp atau menjual produk mereka di pasar lokal.

 

Yanah berharap adanya perhatian dari pemerintah agar produk rajutan Kampung Anyar tetap bertahan. “Kalau ada gerai UMKM khusus untuk kerajinan tangan seperti ini, tentu akan sangat membantu kami,” ujarnya penuh harap.

 

Perjalanan panjang generasi demi generasi telah membuktikan bahwa semangat mempertahankan kerajinan rajutan di Kampung Anyar tidak pernah padam. Dengan inovasi dan dukungan yang tepat, warisan ini dapat terus berkembang dan bersaing di era modern.

 

Baca juga:

Kurt Cobain: Jenius Grunge yang Terjebak dalam Ketenaran dan Tragisnya Akhir Hidup

Mandalika: Sirkuit MotoGP yang Terinspirasi dari Legenda Sang Putri

Penjelasan Mengapa Orang Jawa Tidak Memiliki Marga