Persib: Warisan yang Tak Pernah Luntur di Hati Bobotoh

LEFT-BACK.COM – Hujan turun deras sore itu, membasahi tanah dan mengguyur ribuan Bobotoh yang memadati venue nonton bareng di Kodam III Siliwangi. Namun, semesta seolah tahu bahwa semangat ini tak akan padam. Anak-anak berlarian dengan penuh kegembiraan, para ayah berdiri tegak dengan sorot mata penuh harapan, para ibu menggenggam erat tangan anak-anak mereka, dan orang tua tetap duduk di barisan terdepan, seakan ingin memastikan bahwa gairah mendukung Persib tetap diwariskan.   Bukan sekadar pertandingan, bukan sekadar 90 menit di atas lapangan—ini tentang kebanggaan, tentang sebuah warisan yang mengalir dalam darah setiap Bobotoh. Meskipun kemenangan tak berpihak, hasil imbang 1-1 melawan Persija Jakarta tetap menjadi alasan bagi Bandung untuk bersyukur. Sebuah poin yang dicuri di laga sarat gengsi ini membuktikan bahwa Persib tetap bertarung, tetap berjuang, sebagaimana para suporternya yang tak pernah lelah memberi dukungan.   Sore itu, satu hal menjadi jelas: anggapan bahwa animo sepak bola di Bandung menurun adalah keliru. Persib bukan hanya klub sepak bola, lebih dari itu, Persib adalah budaya, identitas, dan kebanggaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Sebagaimana hujan yang tak mampu membubarkan kerumunan Bobotoh sore itu, tak ada yang bisa meredupkan kecintaan terhadap Persib. Sebab, selama langit masih menaungi Bandung, selama hati masih berdenyut dalam dada Bobotoh, Persib akan selalu hidup—dan terus diwariskan.   Baca juga: Menyusuri Napoli: Ketika Sepak Bola Menjadi Agama, dan Maradona Menjadi Nabinya Tiago Rech: Suporter Tunggal yang Kini Menjadi Presiden Klub Santa Cruz Neymar Jr. Tepati Janji: Kembali ke Santos Setelah 12 Tahun di Eropa  

Misteri Makam Palsu di Indonesia: Antara Kesalahan, Mitos, atau Sengaja Diciptakan?

LEFT-BACK.COM – Siang itu, matahari bersinar terik, seolah tak memberikan celah bagi kami untuk bernapas lega. Bersama rombongan peziarah, saya harus menyeberang menggunakan perahu motor menuju makam Mbah Panjalu yang berada di tengah pulau kecil bernama Nusa Gede.   Secara bergantian, kami menyeberangi Situ Lengkong selama sekitar 10–20 menit. Makam yang juga dikenal sebagai peristirahatan terakhir Prabu Hariang Kencana ini terletak di sebuah pulau seluas 16 hektare. Masyarakat percaya bahwa tokoh tersebut merupakan penyebar ajaran Islam di wilayah Ciamis, Jawa Barat.   Setibanya di pulau, sebuah gapura menyambut kedatangan peziarah. Di bawah lindungan peci dan kerudung, kami menaiki puluhan anak tangga yang dikelilingi pepohonan rindang, tempat kelelawar bergelantungan. Meski cuaca panas, suasana sekitar terasa sejuk dan menenangkan.   Beberapa anggota rombongan membawa botol air mineral, sesekali menyeruputnya untuk mengusir rasa haus. Setibanya di area makam, atmosfer berubah menjadi lebih khidmat. Di tengah teriknya siang, muncul perasaan sejuk yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.   “Hayang naraon karah tujuan kadarieu téh? (Mau apa sebenarnya kalian datang ke sini?)” tanya seorang kuncen atau penjaga makam sambil membelakangi pusara.   “Ah, kami mah hayang salamet dunia ahérat wé. (Kami hanya ingin keselamatan dunia dan akhirat),” jawab salah satu perwakilan rombongan.   Kuncen kemudian menjelaskan bahwa banyak peziarah datang dengan berbagai tujuan—dari mencari kekayaan, berharap naik jabatan, memohon jodoh, hingga keinginan lainnya.   Namun, ada kejanggalan. Area makam tampak lengang, berbeda dengan ramainya antrean perahu motor saat berangkat. Hanya segelintir peziarah yang sudah lebih dulu duduk bersila dan berdoa dengan khusyuk.   Kami pun melaksanakan doa dengan diawali tawasul dan tahlil. Angin sepoi-sepoi yang tiba-tiba berembus menambah kesejukan di tengah panasnya siang.   Usai berziarah, kami kembali ke daratan dan berbincang sambil menikmati bekal yang dibawa dari rumah. Di tengah obrolan, muncul dugaan bahwa kami telah diarahkan ke makam yang keliru—bukan makam Mbah Panjalu yang sesungguhnya. Perbedaan rute kapal saat pergi dan pulang menimbulkan spekulasi, apakah ini kesalahan pemandu atau sopir kapal?   Pernyataan kuncen yang seakan menggiring peziarah agar memiliki tujuan lain—seperti kekayaan dan jabatan—semakin menambah kecurigaan. Hingga hari ini, kejadian belasan tahun lalu itu masih menyisakan tanda tanya besar. Apakah murni keteledoran atau justru ada praktik tertentu di baliknya? Ataukah makam tersebut hanya replika?   Fenomena Makam Palsu: Antara Keyakinan dan Komersialisasi   Belakangan ini, pembongkaran makam-makam palsu di Ngawi dan Mojokerto menjadi sorotan publik. Makam-makam tersebut diduga dibangun berdasarkan mimpi atau firasat tanpa bukti kuat, bahkan dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.   Pembongkaran dilakukan oleh warga setempat bersama Pejuang Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI LS) dan pemerintah desa. Tujuannya adalah meluruskan sejarah dan memastikan keaslian makam yang sebenarnya.   Bagi sebagian orang, keberadaan makam palsu terdengar aneh. Namun, fenomena ini bukan hal baru, terutama di Pulau Jawa. Secara umum, makam palsu dibuat menyerupai makam asli, lengkap dengan nisan dan elemen khas lainnya, tetapi tanpa jenazah di dalamnya.   Tidak jarang, makam palsu digunakan untuk menarik wisatawan atau peziarah. Beberapa tempat bahkan menjadikannya sebagai bagian dari destinasi religi yang dianggap sakral. Biasanya, lokasi ini dibalut dengan narasi mistis atau legenda untuk menambah daya tariknya.   Seperti yang ditulis Ziaulhaq Hidayat dalam Kuasa Kelas Bawah dan “Bisnis Berkah” di Makam Wali (2019), praktik ini sering ditemukan di tempat yang dikeramatkan karena memiliki makna spiritual bagi pengelola maupun peziarah.   Selain untuk kepentingan spiritual, makam palsu juga dibuat sebagai bentuk penghormatan atau legitimasi terhadap tokoh tertentu. Namun, ada pula kritik yang menyebutnya sebagai praktik menyesatkan.   Pada Agustus 2024, warga Citepus, Pelabuhan Ratu, Sukabumi, membongkar 41 makam keramat palsu yang diduga sengaja dibangun untuk keuntungan finansial. Polisi bahkan mengamankan seorang pria berinisial J, yang diyakini sebagai dalang di balik pembangunan makam-makam tersebut.   Fenomena makam palsu tidak hanya terjadi di Indonesia. Pada tahun 2022, Israel dilaporkan membangun ratusan kuburan palsu di sekitar Masjid Al-Aqsa sebagai bagian dari propaganda sejarah. Ahmad Abu Halibiyeh, perwakilan Komite Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa, mengungkapkan bahwa lebih dari 500 makam palsu sengaja dibuat untuk mengklaim keberadaan Yahudi di wilayah tersebut.   Di Mesir Kuno, makam palsu bahkan menjadi strategi untuk mengecoh perampok yang mencari harta karun para Firaun. Seperti dijelaskan oleh Rudiyant dalam Misteri Lembah Para Firaun yang Tanpa Pewaris (2023), makam asli sering disembunyikan di tempat terpencil atau di bawah tanah agar sulit ditemukan.   Dampak Makam Palsu terhadap Sejarah dan Budaya   Makam sering kali dianggap sakral dan memiliki nilai spiritual yang tinggi. Peziarah datang tidak hanya untuk berdoa, tetapi juga mengenang jasa tokoh yang dimakamkan di sana.   Dalam masyarakat, makam wali atau ulama sering menjadi pusat spiritual dan sejarah. Namun, makam palsu menciptakan mitos tanpa dasar yang bisa mengaburkan fakta historis. Akibatnya, pemahaman terhadap sejarah dan budaya bisa menjadi bias.   Sebagaimana dijelaskan Machi Suhadi dan Halina Hambali dalam Makam-makam Wali Sanga di Jawa (1994), bentuk dan hiasan kubur sering kali diperindah untuk memperkuat karisma leluhur. Sayangnya, makam palsu justru berpotensi mendistorsi sejarah dengan menciptakan narasi baru yang tidak berdasarkan fakta.   Beberapa kelompok bahkan sengaja mengklaim makam tokoh terkenal di daerah mereka untuk mendongkrak citra wilayah dan meningkatkan jumlah peziarah. Namun, jika makam yang dikunjungi ternyata hanya replika, kepercayaan masyarakat bisa terguncang.   Henri Chambert-Loir dalam Ziarah dan Wali di Dunia Islam (2007) menjelaskan bahwa banyak petilasan atau jejak perjalanan tokoh legendaris sering keliru dikira sebagai makam asli, padahal hanya menjadi tempat persinggahan mereka.   Upaya Verifikasi oleh Arkeolog dan Sejarawan   Di masa lalu, pencatatan sejarah tidak seketat sekarang, sehingga rentan terhadap distorsi. Oleh karena itu, arkeolog dan sejarawan berperan penting dalam meneliti keabsahan makam.   Dengan bantuan teknologi modern seperti analisis DNA dan pemindaian tanah, para ahli bisa memastikan apakah sebuah makam benar-benar milik tokoh yang diklaim.   Pada masa Orde Baru, misalnya, Presiden Soeharto pernah membangun makam “Raden Wijaya” di Trowulan. Namun, menurut Prof. Ayatrohaedi dalam Menelusuri Jejak Seni Purbakala Indonesia (2020), bagian makam yang tidak memiliki dasar arkeologis seharusnya dibongkar agar tidak menyesatkan masyarakat.   Makam palsu yang dibiarkan berlarut-larut bisa menyebabkan hilangnya identitas budaya yang sebenarnya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam menyikapi informasi sejarah dan lebih mengutamakan penelitian berbasis bukti.   Baca juga: Polda Jabar Identifikasi

Kesuksesan Finansial Indramayu: Fatamorgana di Tengah Kegagalan Infrastruktur dan Kemiskinan yang Belum Terselesaikan

  LEFT-BACK.COM – Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Indramayu bagaikan denyut nadi pembangunan, mengantarkan wilayah ini menuju kemajuan. Di tahun 2022, PAD Indramayu mencapai Rp 1.765.976.759.832, menjadikannya penyumbang terbesar kedua di Jawa Barat setelah Kabupaten Bandung. Angka fantastis ini menjadi bukti nyata geliat ekonomi dan potensi luar biasa yang dimiliki Indramayu.   Menyibak Jubah Penyumbang Terbesar Di balik gemerlap PAD Indramayu, terdapat beberapa sektor yang menjadi penyumbang utama. Pertamina RU VI Balongan, sang raksasa kilang minyak, menduduki puncak daftar dengan kontribusi PPh sebesar Rp 353,16 miliar. Diikuti oleh PT Jhonlin Steel (Rp 18,5 miliar), PT Indofood CBP Sukses Makmur (Rp 17,9 miliar), PT Unilever Indonesia (Rp 11,8 miliar), dan PT Petrokimia Gresik (Rp 10,2 miliar).   Cahaya Terang di Balik Kegelapan Meskipun PAD Indramayu menunjukkan kemajuan yang signifikan, masih terdapat beberapa catatan penting yang perlu mendapat perhatian. Salah satu isu krusial yang perlu dibenahi adalah kondisi jalan di Indramayu. – Jalan Rusak: Masih banyak ruas jalan, terutama di daerah pedesaan dan jalan-jalan kecil, yang mengalami kerusakan. Lubang, retakan, dan genangan air menjadi pemandangan umum, membahayakan pengguna jalan dan menghambat mobilitas. – Minimnya PJU: Kurangnya penerangan jalan umum di beberapa ruas jalan, terutama di malam hari, meningkatkan risiko kecelakaan. Pengguna jalan, terutama pejalan kaki dan pengendara sepeda motor, menjadi rentan terhadap bahaya.   Angka Kemiskinan yang Menggelisahkan Meskipun PAD Indramayu tergolong besar, angka kemiskinan di wilayah ini masih tergolong tinggi. Pada tahun 2022, angka kemiskinan di Indramayu mencapai 10,13%, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 9,70%. Hal ini menimbulkan pertanyaan, kemana larinya dana PAD yang besar tersebut? Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan. 1. Alokasi Dana PAD: – Belanja Operasi: Merupakan komponen terbesar dalam APBD Indramayu, mencapai Rp 1.168.218.180.685 (66,19%) di tahun 2022. Belanja ini meliputi gaji pegawai, belanja barang dan jasa, dan operasional lainnya. – Belanja Modal: Digunakan untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, irigasi, dan gedung. Di tahun 2022, anggaran belanja modal mencapai Rp 576.576.964.907 (32,68%). – Belanja Tak Terduga: Digunakan untuk keperluan yang tidak terduga sebelumnya, seperti bencana alam atau pandemi. Anggaran belanja tak terduga di tahun 2022 sebesar Rp 21.181.614.240 (1,20%). 2. Ketidakmerataan Akses dan Manfaat Pembangunan: Meskipun dana PAD dialokasikan untuk berbagai program pembangunan, belum tentu semua masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara merata. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: – Kesenjangan Infrastruktur: Akses terhadap infrastruktur dasar seperti jalan, air bersih, dan sanitasi masih belum merata di seluruh wilayah Indramayu. – Keterbatasan Akses Pendidikan: Kualitas pendidikan di beberapa daerah masih tertinggal, sehingga membatasi peluang kerja dan meningkatkan risiko kemiskinan. – Kurangnya Pemberdayaan Ekonomi: Kurangnya akses terhadap modal, pelatihan, dan pasar bagi masyarakat miskin dapat menghambat mereka dalam keluar dari jerat kemiskinan.   Sumber informasi: * Perkada APBD Indramayu Tahun 2023 Ditetapkan Rp3,6 Triliun: https://indramayukab.go.id/perkada-apbd-indramayu-2023-sudah-sesuai-aturan/ * Realisasi Penerimaan (Ribu Rupiah), 2018-2020: https://indramayukab.bps.go.id/indicator/13/143/1/persentase-realisasi-penerimaan.html * Ditangan Bupati Indramayu Berhasil Tarik Pajak Pertamina Balongan Sebesar Rp33,9 Miliar: https://pertamina.com/id/refinery-unit-vi-balongan

Pantai Utara Indramayu: Tercekik Pencemaran, Masa Depan Suram Mengintai

  LEFT-BACK.COM – Pantai utara Jawa di Kabupaten Indramayu yang membentang sepanjang 147 kilometer dari perbatasan Subang hingga Cirebon kini bagaikan gadis cantik yang terluka parah. Pencemaran yang kian menggila telah merenggut pesonanya, meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya di pesisir.   Jeritan Nelayan Bagi para nelayan, laut bagaikan ibu yang penyayang. Namun, kini laut itu telah berubah menjadi ibu tiri yang kejam. Pencemaran laut telah menghancurkan habitat ikan, membuat mereka kesulitan mendapatkan hasil tangkapan.   Kemerosotan hasil tangkapan tak hanya membawa nestapa bagi perut mereka, tetapi juga melumpuhkan roda ekonomi keluarga. Anak-anak terpaksa putus sekolah, mimpi masa depan pupus ditelan lautan yang tercemar.   Tambak yang Menangis Di balik gemerlap tambak udang dan ikan, tersimpan duka mendalam para pemiliknya. Pencemaran air laut merembesi tambak, meracuni biota laut yang menjadi sumber kehidupan mereka.   Kematian massal ikan dan udang menjadi pemandangan mengerikan, menandakan ambruknya tambak yang menjadi tumpuan hidup. Kerugian finansial pun tak terelakkan, menjerumuskan mereka ke jurang utang yang kian dalam.     Masyarakat Tercekik Pencemaran tak hanya merenggut nafkah nelayan dan pemilik tambak, tetapi juga mencekik kesehatan masyarakat pesisir. Bau busuk menyengat menyelimuti pantai, menjadi pertanda bahaya yang mengintai.   Penyakit diare, kolera, dan kanker mengintai mereka yang mengonsumsi ikan dan air laut yang terkontaminasi. Masa depan generasi muda pun terancam, terpapar racun yang merenggut hak mereka untuk hidup sehat.   Keindahan yang Hilang Pantai utara Jawa tak lagi memancarkan keindahannya. Sampah plastik berserakan di pesisir, mencemari laut dan merusak panorama alam. Wisatawan pun enggan datang, meruntuhkan ekonomi masyarakat yang mengandalkan sektor pariwisata.   Masa Depan Suram Tanpa solusi nyata dan komitmen kuat dari semua pihak, masa depan pantai utara Jawa kian suram. Masyarakat pesisir terancam kehilangan mata pencaharian, kesehatan terancam, dan keindahan alam pun sirna.   Pencemaran ini bukan hanya tragedi bagi masyarakat pesisir, tetapi juga bagi seluruh bangsa. Hilangnya pantai utara Jawa berarti kehilangan sumber kehidupan, ekonomi, dan identitas budaya.   Diperlukan langkah berani dan terobosan luar biasa untuk menyelamatkan pantai utara Jawa. Penegakan hukum yang tegas, pengelolaan sampah yang efektif, pemulihan ekosistem laut, dan pengembangan ekonomi alternatif menjadi kunci untuk membangkitkan kembali denyut nadi kehidupan di pesisir Jawa.   Masa depan pantai utara Jawa ada di tangan kita. Mari bergandengan tangan, bahu membahu, untuk menyelamatkan pantai utara Jawa dari cengkeraman pencemaran dan mengembalikan pesonanya yang gemilang.

Persib Bandung: Dari Sang Juara Menjadi Diktator Mini

Kemenangan yang seharusnya menjadi momentum kebangkitan, malah bermetamorfosis menjadi petaka yang mengoyak hubungan antara klub dengan pendukung setianya, Bobotoh. Kegagalan di laga perdana AFC Champion League 2 melawan Port FC, yang diperparah dengan minimnya kehadiran Bobotoh di stadion, menjadi titik kulminasi dari serangkaian masalah yang menggurita di tubuh Persib. Isu sulitnya mendapatkan tiket, hingga tudingan miring tentang upaya klub untuk meredam semangat juang Bobotoh, semakin memperkeruh suasana. Puncak dari kekecewaan Bobotoh terjadi setelah pertandingan melawan Port FC pada (19/9/2024) lalu. Teriakan “Persib butut” yang meluap dari tribun, sebagai ungkapan kekecewaan atas penampilan tim, justru disambut dengan tindakan represif dari pihak klub. Seorang Bobotoh yang berani menyampaikan aspirasi, secara brutal digiring ke ruang ganti pemain dan diduga mengalami tindak kekerasan oleh pemain dan kitman Persib. Sungguh ironis, sebuah klub yang dibangun atas dasar cinta dan kesetiaan para pendukungnya, kini tega memperlakukan mereka dengan sedemikian kejam. Persib yang dulu dikenal sebagai simbol persatuan dan kebanggaan, kini menjelma menjadi diktator mini yang tak segan-segan membungkam suara rakyatnya. Aksi kekerasan terhadap Bobotoh ini bukan hanya sekadar pelanggaran etika, tetapi juga merupakan pengkhianatan terhadap sejarah panjang Persib. Klub yang pernah menjadi saksi bisu perjalanan sepak bola Indonesia, kini justru menjadi contoh buruk bagi klub-klub lain di dunia. Persib Bandung, yang seharusnya menjadi inspirasi bagi banyak orang, kini justru menjadi aib bagi sepak bola Indonesia. Kisah ini adalah sebuah tragedi yang memilukan, di mana sebuah institusi yang seharusnya menjadi pemersatu, malah menjadi pemicu perpecahan.  

Ironi Indramayu : Lumbung Padi Termiskin di Jawa Barat

Di balik kekayaan alamnya, Indramayu terbelenggu oleh berbagai persoalan kompleks yang mengakar dalam. Dominasi sektor pertanian dengan harga gabah yang rendah, alih fungsi lahan, dan minimnya inovasi teknologi menjadi jebakan bagi para petani. Terbatasnya lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian mendorong banyak penduduk terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Akses pendidikan dan kesehatan yang masih rendah pun menghambat peningkatan kualitas hidup masyarakat.   Upaya penanggulangan kemiskinan terus dilakukan, namun masih terkesan terfragmentasi dan kurang terintegrasi. Sistem pendataan penduduk miskin yang belum akurat dan terkini, anggaran yang terbatas, minimnya pelibatan masyarakat, dan pengawasan yang lemah menjadi batu sandungan dalam mencapai target pengentasan kemiskinan. Kritik pedas perlu dilayangkan kepada pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait. Diperlukan sinergi dan kolaborasi yang kuat untuk merumuskan program penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan efektif. Diversifikasi sektor ekonomi, pemberdayaan masyarakat, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, pembangunan infrastruktur, dan penguatan peran pemerintah daerah menjadi kunci utama dalam memerangi kemiskinan di Indramayu. Penanggulangan kemiskinan di Indramayu bukan tugas mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Dengan komitmen kuat dan berkelanjutan dari semua pihak, Indramayu dapat keluar dari belenggu kemiskinan dan menjadi daerah yang sejahtera dan maju.