/ Jan 22, 2025

Bisnis Sepak Bola: Sensasi, Kerugian, dan Realitas Selebriti

LEFT-BACK.COM – “Bisnis sepak bola adalah bisnis yang buruk.” Pernyataan Simon Kuper dalam buku Soccernomics ini terdengar skeptis, tetapi ada kebenaran yang sulit disangkal. Sepak bola bukan hanya soal hiburan, melainkan juga bisnis yang penuh risiko. Meski begitu, daya tariknya tetap kuat, bahkan bagi selebritas papan atas Indonesia yang memutuskan terjun langsung mengelola klub sepak bola.

Dalam beberapa tahun terakhir, nama-nama besar seperti Raffi Ahmad, Atta Halilintar, dan Prilly Latuconsina mencuri perhatian publik lewat langkah mereka membeli klub sepak bola lokal. Namun, kenyataannya, investasi besar dan popularitas tidak serta-merta membawa kesuksesan. Jalan yang mereka tempuh justru menjadi potret nyata betapa sulitnya dunia bisnis sepak bola di Indonesia.

 

Raffi Ahmad: Gebrakan Ambisius, Kerugian yang Menyakitkan

 

Raffi Ahmad menjadi pelopor di antara para selebritas yang terjun ke dunia sepak bola. Pada Maret 2021, ia mengakuisisi Cilegon United melalui perusahaan RANS Entertainment bersama rekan bisnisnya, Rudy Salim. Investasi ini kabarnya mencapai Rp300 miliar, sebuah angka fantastis untuk klub Liga 2. Nama klub pun diubah menjadi RANS Cilegon FC, yang kemudian berevolusi menjadi RANS Nusantara FC.

Raffi tidak setengah-setengah dalam membangun klub ini. Ia mendirikan akademi sepak bola di 10 kota dan merekrut pemain berpengalaman seperti Cristian Gonzales, Hamka Hamzah, hingga Patrich Wanggai. Klub ini bahkan menunjuk Rahmad Darmawan, salah satu pelatih terbaik Indonesia, untuk membawa RANS ke Liga 1. Hasilnya, RANS berhasil promosi pada musim 2022/2023.

Namun, kisah sukses itu berumur pendek. RANS hanya mampu bertahan dua musim di Liga 1 sebelum terdegradasi kembali ke Liga 2. Selain prestasi yang merosot, RANS juga dikenal sebagai klub “musafir” karena sering berpindah-pindah markas. Di balik itu semua, Raffi mengungkapkan bahwa ia mengalami kerugian besar. Dalam sebuah wawancara, ia menyebut kehilangan hingga Rp16 miliar dalam satu musim. Meski demikian, Raffi tetap bertahan dan optimis untuk membangun RANS menjadi lebih baik di masa depan.

 

Baca juga: Miliki Liga Amatir, Kisah Uruguay Lepas dari Jeratan Monopoli Kapatilisme

 

Atta Halilintar: Nama Besar Tanpa Prestasi Besar

 

Setelah langkah Raffi Ahmad, Atta Halilintar mengikuti jejak dengan mengakuisisi PS Pati pada 2021. Langkah ini penuh sensasi, terutama dengan perubahan nama klub menjadi AHHA PS Pati, yang kemudian berubah lagi menjadi FC Bekasi City setelah berpindah markas ke Bekasi.

Sayangnya, perjalanan Atta di dunia sepak bola tidak semenarik sensasi namanya. FC Bekasi City tidak banyak membuat gebrakan di bursa transfer dan gagal mencetak prestasi signifikan di Liga 2. Bahkan, klub ini sempat menghadapi polemik terkait hak penamaan sebelum akhirnya resmi menggunakan nama Bekasi City.

Ketika Liga 2 musim 2022/2023 dihentikan akibat keputusan PSSI, Atta mengaku mengalami kerugian besar. Dalam sebuah wawancara, ia menyebut bahwa mengelola klub Liga 2 membutuhkan investasi Rp15 hingga Rp25 miliar per tahun, dan penghentian kompetisi membuat klubnya kehilangan sponsor. Akhirnya, Atta menyerahkan pengelolaan klub kepada rekan bisnisnya, Putra Siregar, dan memilih fokus pada klub futsalnya, Pendekar United.

Baca juga: Membandingkan Dua Kiper Berdarah Indonesia yang Berkiprah di Kancah Internasional: Maarten Paes, Emil Audero Mulyadi

 

Prilly Latuconsina: Perjalanan Singkat yang Tragis

 

Prilly Latuconsina memilih langkah berbeda dengan memulai dari bawah. Pada Februari 2022, ia mengakuisisi Persikota Tangerang, klub Liga 3. Prilly mengaku ingin belajar mengelola klub secara bertahap tanpa terburu-buru masuk ke Liga 1. Namun, perjalanan Prilly di dunia sepak bola berakhir jauh lebih cepat dari yang diperkirakan. Kurang dari tiga bulan setelah akuisisi, ia mundur dari Persikota tanpa alasan yang jelas.

Selama masa kepemilikannya, Persikota sempat memiliki peluang promosi ke Liga 2. Namun, klub ini memutuskan walk out dalam pertandingan melawan Farmel FC di babak 16 besar Liga 3 karena merasa dirugikan oleh keputusan wasit. Akibatnya, Persikota dikenai pengurangan poin dan gagal promosi.

Ironisnya, setelah Prilly mundur, Persikota justru berhasil promosi ke Liga 2. Hingga kini, alasan Prilly meninggalkan Persikota tetap menjadi misteri, meskipun sebelumnya ia mengaku siap menghadapi risiko kerugian.

 

Realitas Bisnis Sepak Bola di Indonesia

 

Kisah Raffi Ahmad, Atta Halilintar, dan Prilly Latuconsina menunjukkan bahwa bisnis sepak bola di Indonesia jauh dari kata mudah. Modal besar dan nama terkenal tidak cukup untuk menjamin kesuksesan. Dunia sepak bola membutuhkan manajemen yang profesional, strategi jangka panjang, dan kesabaran untuk menghadapi tantangan.

Kerugian finansial, tekanan prestasi, hingga kompleksitas operasional menjadi risiko yang harus dihadapi. Namun, di sisi lain, keberanian mereka patut diapresiasi. Langkah para selebritas ini berhasil meningkatkan perhatian publik terhadap sepak bola lokal, sebuah kontribusi yang tidak bisa diabaikan.

 

Baca juga: Persib Bandung: Dari Sang Juara Menjadi Diktator Mini

Wahyu Topami

Recent News

Travel News

Lifestyle News

Fashion News

Copyright 2023 Varient – All Rights Reserved.