Ikatan Pekerja Sosial Cisarua Kabupaten Bogor Dirikan Dapur Umum, Bantu Pengungsi Banjir Bandang Jalani Puasa

LEFT-BACK.COM – Ratusan warga terdampak banjir bandang di kawasan Puncak masih bertahan di posko pengungsian di Kampung Pensiunan, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Sejak bencana terjadi, tercatat 204 jiwa mengungsi di posko ini, sementara total korban terdampak mencapai 486 jiwa dari 140 keluarga.   Bencana yang terjadi di bulan Ramadan ini membuat para pengungsi harus mengandalkan bantuan logistik dari berbagai pihak untuk menjalani ibadah puasa. Salah satu yang aktif membantu adalah Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kecamatan Cisarua, yang membuka dapur umum di Rest Area Gunung Mas.   “Kami menyediakan 500 porsi makanan setiap hari untuk sahur dan buka puasa bagi para pengungsi,” ujar Ketua IPSM Cisarua, Didin Wahyudin, Senin (10/3/2025).   Selain IPSM, dapur umum dari TAGANA dan Dompet Dhuafa juga turut membantu menyediakan makanan bagi para korban. Didin menjelaskan bahwa kebutuhan pangan bagi pengungsi masih terpenuhi berkat bantuan dari Dinas Sosial serta para relawan yang bekerja sama dalam memasak dan mendistribusikan makanan.   Sementara itu, Camat Cisarua, Heri Risnandar, memastikan bahwa status tanggap darurat bencana masih berlaku hingga 16 Maret 2025. Ia mengimbau masyarakat di wilayah rawan bencana untuk tetap waspada mengingat kondisi cuaca yang masih ekstrem.   “Untuk saat ini, posko utama masih berada di Kampung Pensiunan. Beberapa warga yang terdampak ringan sudah kembali ke rumah atau mengungsi ke rumah kerabat. Namun, distribusi logistik tetap kita pantau,” kata Heri.   Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, para pengungsi di Puncak dapat tetap menjalani ibadah puasa dengan makanan yang layak meskipun berada di tengah situasi bencana.   Baca juga: Ramadan 2025: Transkarya Community Singapore Berbagi Berkah Iftar untuk Anak Yatim dan Korban Banjir di Puncak Bogor Pemerintah Segel Vila Ilegal di Puncak Bogor untuk Selamatkan Hulu DAS Ciliwung Banjir Jabodetabek: Krisis Hulu yang Berulang, Solusi yang Terabaikan

Ramadan 2025: Transkarya Community Singapore Berbagi Berkah Iftar untuk Anak Yatim dan Korban Banjir di Puncak Bogor

LEFT-BACK.COM – Menyambut bulan suci Ramadan 1446 H, Transkarya Community Singapore kembali menggelar program tahunan Berkah Infak Iftar Ramadan. Tahun ini, komunitas tersebut membagikan 100 paket iftar dan uang saku kepada anak yatim serta warga terdampak banjir bandang di Kampung Pensiunan, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, pada Senin (10/3/2025).   Kegiatan berbagi ini merupakan hasil kolaborasi dengan Yayasan Cahaya Pena Emas, yang berbasis di Jalan Al-Muhajirin 1 No. 67, Kelurahan Tanah Tinggi, Kota Tangerang. Yayasan tersebut juga tengah membangun sekretariat di Jonggol, Kabupaten Bogor, sebagai bagian dari upaya memperluas jangkauan kegiatan sosialnya.   Evan Uriendi, perwakilan Transkarya Community Singapore sekaligus pemilik Kedai Ka Evan, mengungkapkan bahwa program berbagi iftar ini telah berjalan sejak 2018.   “Setiap Ramadan, kami berkomitmen untuk berbagi. Hari ini, kami menyalurkan 100 paket makanan berbuka serta uang saku bagi anak-anak yatim dan korban banjir bandang di Kampung Pensiunan. Kegiatan serupa juga akan kami lakukan di beberapa lokasi lain di Indonesia,” ujarnya.   Di tengah suasana Ramadan yang penuh berkah, bantuan ini disambut hangat oleh warga setempat. Ustadz Abah Anom, tokoh masyarakat Kampung Pensiunan, mengucapkan rasa syukur atas kepedulian yang diberikan.   “Kami berterima kasih kepada Transkarya Community Singapore, juga kepada Tuan Haji Suhaimi bin Jasmani dan Puan Hajjah Rosidah binti Baharon. Semoga kebaikan ini menjadi ladang pahala dan menginspirasi banyak orang untuk berbagi di bulan Ramadan,” tuturnya.   Program Berkah Infak Iftar Ramadan ini menjadi salah satu bukti nyata bahwa semangat berbagi di bulan suci dapat meringankan beban mereka yang membutuhkan. Kegiatan ini diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak pihak untuk ikut serta dalam aksi sosial selama Ramadan 2025.   Baca juga: Pemerintah Segel Vila Ilegal di Puncak Bogor untuk Selamatkan Hulu DAS Ciliwung Banjir Jabodetabek: Krisis Hulu yang Berulang, Solusi yang Terabaikan Skandal Kualifikasi Piala Dunia 1990: Drama, Kecurangan, dan Konspirasi di Maracana

Banjir Jabodetabek: Krisis Hulu yang Berulang, Solusi yang Terabaikan

LEFT-BACK.COM – Banjir besar yang melanda wilayah Jabodetabek pada awal Maret 2025 menjadi bukti nyata dampak dari kerusakan lingkungan di kawasan hulu serta buruknya penataan wilayah hilir. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali di Puncak, Kabupaten Bogor, telah lama menjadi permasalahan yang diabaikan, dan kini konsekuensinya semakin terasa.   Pada Minggu (2/3/2025), banjir bandang menerjang kawasan Puncak, disusul genangan besar yang melumpuhkan Jakarta hingga Bekasi. Pemerintah sebenarnya menyadari bahwa degradasi lingkungan di hulu berkontribusi signifikan terhadap potensi banjir di wilayah hilir. Hal ini terlihat dari kunjungan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, dan Bupati Bogor Rudy Susmanto ke kawasan Puncak pada Kamis (6/3/2025). Namun, solusi nyata yang dinantikan publik tak kunjung hadir, dan respons pemerintah kembali hanya berupa tindakan jangka pendek.   Alih Fungsi Lahan, Ancaman Ekologis di Hulu   Kawasan Puncak, yang seharusnya menjadi penyangga ekologi, kini didominasi oleh vila dan tempat wisata. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang meninjau langsung lokasi alih fungsi lahan ilegal bahkan tak kuasa menahan haru melihat kondisi lingkungan yang semakin tergerus. Pemerintah merespons dengan menyegel beberapa bangunan yang diduga melanggar aturan, tetapi langkah ini dinilai reaktif dan belum menyentuh akar persoalan.   Direktur Kajian Agraria Center of Economic and Law Studies (Celios), Zakiul Fikri, menekankan bahwa pemerintah daerah harus lebih ketat dalam mengevaluasi pembangunan di kawasan Puncak. Ia menegaskan pentingnya penelaahan izin usaha dan pendirian bangunan di kawasan tersebut.   “Jika ditemukan pelanggaran yang bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), maka pemerintah daerah memiliki wewenang untuk membongkar bangunan dan menghentikan aktivitas non-kehutanan di area tersebut,” ujar Fikri pada Jumat (7/3/2025).   Fikri menjelaskan bahwa mekanisme alih fungsi hutan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021, yang mencakup perubahan peruntukan kawasan hutan, perubahan fungsi kawasan hutan, serta penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan non-kehutanan. Namun, ia menegaskan bahwa skema ini tidak mencakup kegiatan perkebunan, pariwisata, atau perumahan.   “Kewenangan persetujuan alih fungsi hutan berada di tangan menteri, tetapi dalam beberapa kasus, seperti pembangunan fasilitas umum non-komersial dan pertambangan rakyat, gubernur bisa diberikan delegasi kewenangan,” tambahnya.   Data Mengungkap Krisis Lingkungan   Temuan Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan bahwa antara tahun 2000 hingga 2016, sekitar 5.700 hektare hutan alam di Puncak hilang, menyisakan hanya 21 persen dari total luas hutan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Padahal, kawasan ini menjadi hulu bagi empat DAS utama, yaitu Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi, dan Citarum.   Data dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung mencatat bahwa lahan sangat kritis di Puncak telah mencapai 4.600 hektare pada 2018. Sementara itu, laporan terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) per Maret 2025 menunjukkan bahwa alih fungsi lahan di hulu Ciliwung telah melampaui 2.065 hektare.   Fikri juga menyoroti potensi penyalahgunaan izin yang diterbitkan secara tidak sah di lahan-lahan yang seharusnya dilindungi. “Jika ada izin yang dikeluarkan di luar mekanisme yang sah, ini mengindikasikan adanya praktik ilegal di tingkat administrasi daerah,” ujarnya.   Urgensi Perlindungan Hulu untuk Mencegah Banjir   Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, Wahyudin, menegaskan bahwa pemerintah harus berani memberikan sanksi tegas kepada pelaku perusakan lingkungan yang tidak patuh terhadap regulasi di kawasan Puncak. Menurutnya, penegakan hukum harus berlandaskan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).   “Pemerintah pusat dan daerah harus berkomitmen dalam menertibkan bangunan serta aktivitas yang tidak berizin, sekaligus memastikan pemulihan lingkungan di kawasan yang telah rusak,” kata Wahyudin. Ia juga menekankan bahwa para pelaku yang terbukti melanggar harus bertanggung jawab atas pemulihan ekosistem yang terdampak.   Senada dengan Wahyudin, peneliti dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Fajri Fadhillah, menilai bahwa solusi jangka panjang memerlukan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Penyelarasan kebijakan tata ruang, daya tampung lingkungan, serta perencanaan pembangunan harus dilakukan secara sistematis.   “Penataan ruang dan perizinan harus berbasis pada kajian ilmiah yang mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Pembenahan tidak hanya difokuskan pada hulu, tetapi juga mencakup keseluruhan wilayah Jabodetabek,” jelas Fajri.   Ia juga menyoroti bahwa alih fungsi lahan yang tidak terkendali di hulu akan memperburuk kondisi banjir di hilir. Kawasan Puncak memiliki peran krusial dalam menyerap air hujan sebelum mengalir ke Jakarta dan sekitarnya. Jika lahan resapan air di hulu terus dialihkan untuk fungsi lain, volume air yang mengalir ke hilir akan semakin besar, memperparah risiko banjir.   “Kondisi ini semakin diperparah dengan hilangnya fungsi resapan air di hilir, yang juga banyak dialihfungsikan untuk kepentingan lain. Keselarasan fungsi lahan di hulu dan hilir sangat menentukan efektivitas mitigasi banjir di Jabodetabek,” pungkasnya.   Perubahan Paradigma Diperlukan   Regulasi yang ada seharusnya mampu mencegah eksploitasi kawasan hutan, tetapi penerapannya sering kali lemah. Banyak bangunan berdiri tanpa izin yang sah, bahkan beberapa mendapat legalisasi setelah terlanjur dibangun. Penegakan hukum pun cenderung dilakukan setelah bencana terjadi, bukan sebagai upaya pencegahan.   Jika pemerintah serius ingin mengakhiri siklus banjir di Jabodetabek, paradigma pengelolaan kawasan hulu harus diubah secara fundamental. Langkah konkret dan keberanian dalam menindak pelanggaran lingkungan harus menjadi prioritas.   Air mata seorang pemimpin bisa mencerminkan kepedulian, tetapi tanpa kebijakan dan tindakan nyata, hal itu tidak akan menghentikan datangnya banjir.   Baca juga: Kontroversi Patung Penyu di Alun-Alun Gadobangkong & Sejarah Konservasi Penyu di Pangumbahan Skandal Kualifikasi Piala Dunia 1990: Drama, Kecurangan, dan Konspirasi di Maracana PUISI – Suatu Malam  

Pemerintah Segel Vila Ilegal di Puncak Bogor untuk Selamatkan Hulu DAS Ciliwung

LEFT-BACK.COM – Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) resmi menyegel sejumlah vila ilegal di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, pada Minggu (9/3/2025). Langkah ini diambil untuk melindungi hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dari kerusakan lingkungan yang berkontribusi terhadap banjir di wilayah Jabodetabek.   Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa pemerintah akan menindak tegas aktivitas ilegal yang merusak ekosistem.   “Kami tidak akan menoleransi pelanggaran yang mengancam keberlanjutan lingkungan. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam melaporkan aktivitas yang berpotensi merusak kawasan hutan,” ujarnya.   Direktur Penindakan Pidana Kehutanan KLHK, Rudianto Saragih Napitu, mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengidentifikasi 15 titik vila ilegal. Empat vila pertama yang disegel adalah Vila Forest Hill, Vila Seaford Afrika, Vila Cemara, dan Vila Vinus di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.   Penyegelan vila-vila tersebut didasarkan pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang melarang pendudukan kawasan hutan tanpa izin. Pelanggar aturan ini dapat dijerat hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar sesuai Pasal 78 Ayat 3 Huruf A.   Alih fungsi lahan di kawasan hulu Sungai Ciliwung dinilai telah mengurangi daya resap tanah, sehingga memperburuk risiko banjir di wilayah hilir. Kondisi ini diperparah dengan maraknya pembangunan vila tanpa izin yang merusak kawasan hutan produksi.   Direktur Pencegahan dan Penanganan Pengaduan KLHK, Yazid Nurhuda, menekankan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan.   “Kami akan mengevaluasi seluruh bangunan dan aktivitas di hulu DAS Ciliwung. Jika terbukti melanggar, tindakan tegas akan diambil. Penegakan hukum ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi kawasan sebagai daerah resapan air guna mengurangi risiko banjir di wilayah hilir,” jelasnya.   Selain melakukan penyegelan, pemerintah juga berencana merehabilitasi kawasan hutan dan memperketat pengawasan terhadap pemanfaatan lahan di Puncak.   Baca juga: Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi Menangis, Alih Fungsi Lahan di Puncak Bogor Bikin Geram Birmingham: Oase Solidaritas di Tengah Sekat Sosial BUMDes Pangrango di Bogor Gelar Ramadan Festival 2025: Bazar Murah, UMKM, dan Hiburan Islami

BUMDes Pangrango di Bogor Gelar Ramadan Festival 2025: Bazar Murah, UMKM, dan Hiburan Islami

LEFT-BACK.COM – BUMDes Pangrango Desa Cibeureum kembali menunjukkan perannya dalam mendukung perekonomian lokal dengan menggelar Ramadan Festival 2025. Acara ini berlangsung dari 7 hingga 25 Maret 2025 di depan Lapangan Premier Futsal, sebelah Kantor Desa Cibeureum, dan dibuka setiap hari pukul 13.00 hingga 18.00 WIB.   Festival ini menghadirkan bazar sembako murah, aneka takjil, kuliner khas Ramadan, pakaian Lebaran, hingga berbagai produk UMKM. Tidak hanya itu, pengunjung juga dapat menikmati berbagai hiburan, seperti perlombaan Islami, live music akustik, serta wahana permainan anak-anak.   Ketua BUMDes Pangrango Desa Cibeureum, Rahmani, menjelaskan bahwa Ramadan Festival ini bertujuan mendukung UMKM lokal serta memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga lebih murah.   “Kami menyediakan sekitar 50 stand bazar, mayoritas diisi oleh UMKM dari Kecamatan Cisarua. Selain itu, kami juga menghadirkan bazar sembako murah dengan harga lebih rendah hingga Rp 4.000 dari harga pasar,” ujar Rahman, Jumat (7/3/2025).   Menurutnya, tahun ini festival semakin menarik karena 70% peserta bazar merupakan anak muda, yang menunjukkan bahwa generasi muda mulai aktif dalam sektor ekonomi dan wirausaha.   Sekretaris Desa Cibeureum, Saepul, menambahkan bahwa pemerintah desa sepenuhnya mendukung BUMDes dalam menggerakkan ekonomi desa. “BUMDes menjadi ujung tombak dalam memberdayakan UMKM dan masyarakat, terutama di bulan Ramadan,” katanya.   Ketua Karang Taruna Kecamatan Cisarua, A. Ghaffer, mengungkapkan bahwa Ramadan Festival ini merupakan hasil kolaborasi ketiga yang dilakukan Karang Taruna.   “Ramadan Festival ini pertama kali kami adakan dengan PHRI, kedua dengan Forkopimcam, dan sekarang dengan BUMDes Cibeureum. Kami berharap ke depan semakin banyak desa yang menggelar acara serupa agar Ramadan semakin meriah dan berdampak bagi masyarakat,” ujar Ghaffer.   Acara ini juga akan dimeriahkan dengan perlombaan Islami seperti mewarnai kaligrafi, Pildacil, tari kreasi Islami, serta hiburan live music akustik. Puncaknya, akan ada santunan anak yatim, sebagai bentuk kepedulian sosial dari penyelenggara dan peserta.   Melalui Ramadan Festival 2025, BUMDes Pangrango Desa Cibeureum semakin menegaskan perannya sebagai penggerak ekonomi desa dan pemberdayaan masyarakat. Acara ini menjadi contoh sukses bagaimana kolaborasi antara BUMDes dan Karang Taruna dapat menciptakan manfaat nyata bagi UMKM dan warga sekitar.   Baca juga: AFC Rilis Peringkat Liga Sepak Bola Asia 2025: Arab Saudi Masih di Puncak Emil Audero, Dean James, dan Joey Pelupessy: Amunisi Baru Timnas Indonesia Menuju Piala Dunia Liga 1 Indonesia Naik Peringkat di ASEAN dan Asia, LIB Optimistis dengan Masa Depan Kompetisi

Pasar Cisarua Bogor Jelang Ramadan: Harga Sembako Naik, Daya Beli Masih Lemah

LEFT-BACK.COM – Aktivitas di Pasar Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, mulai terasa lebih ramai menjelang Ramadan. Namun, di balik keramaian, harga beberapa komoditas mengalami kenaikan yang cukup signifikan, sementara daya beli masyarakat masih terpantau lemah. Kamis (27/2/2025).   Kepala Unit Pasar Cisarua, Aria Maulana, menyebutkan bahwa kenaikan harga di pasar masih dalam batas wajar, sekitar 4%, dengan stok kebutuhan pokok yang tetap aman.   “Harga naik karena mendekati Ramadan, tapi stok masih cukup. Untuk menstabilkan harga, kami akan menggelar operasi pasar,” ujarnya.   Berdasarkan pantauan di pasar, harga beberapa bahan pokok mengalami kenaikan dalam beberapa hari terakhir:   Telur ayam negeri: Rp 29 ribu/kg (sebelumnya Rp 27-28 ribu) Daging sapi: Rp 130 ribu/kg (sebelumnya Rp 120 ribu, diprediksi naik hingga Rp 150 ribu menjelang Lebaran) Daging ayam: Rp 38 ribu/kg (naik dari Rp 35 ribu) Cabai rawit merah: Rp 85 ribu/kg (naik dari Rp 60 ribu) Cabai keriting: Rp 50 ribu/kg (naik dari Rp 33 ribu) Bawang merah: Rp 35 ribu/kg (sebelumnya Rp 25-30 ribu) Sementara itu, harga bawang putih stabil di Rp 40 ribu/kg, dan tomat masih di Rp 6 ribu/kg.   Di tengah naiknya harga, pedagang merasakan penurunan daya beli masyarakat. Tohir, seorang pedagang telur, mengungkapkan bahwa tahun ini pembeli lebih selektif dalam berbelanja.   “Biasanya harga naik menjelang puasa itu wajar, tapi sekarang daya beli agak turun,” katanya.   Pedagang daging sapi, Nasrul, juga merasakan hal serupa.   “Harga naik karena stok sapi di jagal terbatas dan ongkos kirim tinggi. Pembeli tetap ada, tapi jumlahnya berkurang,” ujarnya.   Sementara itu, Asep, pedagang ayam, menyebutkan bahwa kenaikan harga ayam sudah berlangsung selama tiga hari terakhir.   “Setiap menjelang Ramadan memang selalu naik. Tapi daya beli belum meningkat,” katanya.   Untuk mengatasi fluktuasi harga, pihak pasar akan mengadakan operasi pasar dalam waktu dekat. Selain itu, program Pasar Tohaga mulai diperkenalkan kepada pedagang agar mereka bisa menjangkau lebih banyak pembeli secara digital.   “Salah satu inisiatif kami adalah mengajarkan pedagang cara berjualan lewat TikTok Live. Saat ini, kami masih menggunakan akun resmi Perumda Pasar Tohaga Cisarua, tapi ke depannya pedagang bisa menggunakan akun mereka sendiri,” jelas Aria Maulana.   Kenaikan harga di Pasar Cisarua diprediksi akan terus terjadi hingga mendekati Hari Raya Idul Fitri 2025. Komoditas seperti daging sapi, ayam, dan telur kemungkinan akan naik lebih tinggi, sementara cabai dan bawang merah masih berfluktuasi tergantung stok.   Baca juga: Karier dan Warisan Bejo Sugiantoro HPSN 2025 di Cisarua: Karnaval Daur Ulang dan Fashion Show Gaun Unik dari Sampah Edukasi Masyarakat Cucurak: Tradisi Makan Bersama yang Merekatkan Keluarga Menyambut Ramadhan

HPSN 2025 di Cisarua: Karnaval Daur Ulang dan Fashion Show Gaun Unik dari Sampah Edukasi Masyarakat

LEFT-BACK.COM – Dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2025, Kecamatan Cisarua menggelar karnaval daur ulang dan fashion show gaun unik dari sampah di halaman kantor kecamatan pada Selasa, 25 Februari 2025. Acara ini diinisiasi oleh Forum ECO Village Suara Hati Kecamatan Cisarua dengan dukungan penuh dari pemerintah kecamatan.   Sekretaris Camat (Sekcam) Cisarua, Nur Indrawan, menegaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan, terutama di kawasan wisata seperti Puncak, Cisarua.   “Kebersihan sangat berpengaruh terhadap sektor pariwisata. Dengan adanya Forum ECO Village dan kelompok bank sampah di Kecamatan Cisarua, kami berharap pengelolaan sampah lebih baik. Namun, kami juga membutuhkan dukungan dari Kabupaten Bogor, mengingat hingga kini belum ada TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di wilayah Cisarua,” ujar Nur Indrawan.   Ketua ECO Village Suara Hati, Hamid Firmansyah, menjelaskan bahwa HPSN 2025 melibatkan 100 peserta dari kader desa dan pelajar. Salah satu daya tarik utama acara ini adalah fashion show berbahan daur ulang, yang mengedukasi masyarakat bahwa sampah bisa diolah menjadi sesuatu yang bernilai.   Salah satu peserta, Silvi Andini dari Desa Batu Layang, mencuri perhatian dengan gaun unik berbahan daur ulang, membuktikan bahwa sampah bisa diubah menjadi karya seni yang kreatif dan bernilai tinggi.   Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa menjaga kebersihan adalah tanggung jawab bersama. Dengan slogan Kita jaga alam, alam jaga kita, HPSN 2025 di Cisarua mengajak seluruh elemen masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan.   Baca juga: FWBS Kukuhkan Kepengurusan Baru: Wujud Komitmen Jurnalis untuk Bogor Selatan Karier dan Warisan Bejo Sugiantoro Cucurak: Tradisi Makan Bersama yang Merekatkan Keluarga Menyambut Ramadhan

FWBS Kukuhkan Kepengurusan Baru: Wujud Komitmen Jurnalis untuk Bogor Selatan

LEFT-BACK.COM – Dalam semangat kebersamaan menjelang Ramadhan, Forum Wartawan Bogor Selatan (FWBS) menggelar Cucurak Kompak di Learnotel, Desa Gadog, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, pada Senin 24 Februari 2025. Acara ini menjadi momentum penting dengan dikukuhkannya kepengurusan FWBS periode 2025-2027 yang dipimpin oleh Acep Mulyana.   Acara tersebut dihadiri oleh Camat Megamendung, Ridwan, serta Ketua dan Sekjen Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS). Dalam sambutannya, Ridwan menekankan pentingnya peran wartawan dalam membangun opini publik yang sehat dan konstruktif.   “Jurnalis adalah mitra pemerintah dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Saya berharap FWBS terus menjunjung tinggi kode etik jurnalistik dan tetap menjaga independensi serta profesionalisme dalam setiap pemberitaan,” ujar Ridwan.   Ketua FWBS, Acep Mulyana, mengungkapkan bahwa kepengurusan baru akan lebih aktif dalam memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat, tidak hanya dalam pemberitaan tetapi juga melalui program sosial dan edukatif.   “Kami akan memperkuat peran FWBS sebagai wadah bagi jurnalis yang peduli terhadap isu-isu lokal. Ke depan, kami akan mengadakan pelatihan jurnalistik, program sosial, serta dukungan bagi UMKM lokal,” jelas Acep.   Dengan kepengurusan baru ini, FWBS berkomitmen untuk tidak hanya menjadi penyampai berita, tetapi juga berperan dalam pembangunan daerah dengan mendorong kolaborasi yang lebih erat antara media, pemerintah, dan masyarakat.   Baca juga: Karier dan Warisan Bejo Sugiantoro Vihara Dharma Rahayu: Jejak Sejarah 177 Tahun di Indramayu Cucurak: Tradisi Makan Bersama yang Merekatkan Keluarga Menyambut Ramadhan

Cucurak Day 2025: Tradisi Kebersamaan Sambut Ramadan dengan Olahraga dan Botram

LEFT-BACK.COM – Menyambut bulan suci Ramadan, Karang Taruna Kecamatan Cisarua bersama Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI) Kecamatan Cisarua menggelar Cucurak Day 2025 di Rest Area Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, pada Minggu 23 Februari 2025. Lebih dari sekadar ajang olahraga, acara ini menghidupkan kembali tradisi cucurak, sebuah budaya khas Sunda yang menekankan kebersamaan melalui botram atau makan bersama.   Cucurak Day 2025 menghadirkan berbagai kegiatan olahraga rekreasi, mulai dari Fun Run, lomba senam kreasi, Aerobic, hingga Zumba Party. Acara ini diikuti sekitar 300 peserta dari berbagai daerah, termasuk Dramaga, Tugu Puncak, dan Cibinong. Ketua KORMI Kabupaten Bogor, Rike Iskandar atau yang akrab disapa Akew, turut hadir meramaikan acara.   Ketua Karang Taruna Kecamatan Cisarua, A. Ghaffer, menegaskan bahwa Cucurak Day bukan hanya tentang olahraga, tetapi juga tentang memperkuat rasa kebersamaan.   “Kami ingin menggabungkan seni dan olahraga dalam satu kegiatan agar masyarakat bisa lebih menikmati dan semakin termotivasi untuk berpartisipasi,” ujarnya.   Semangat cucurak semakin terasa ketika para peserta, meskipun membawa makanan masing-masing, tetap berbagi dalam botram bersama.   “Momen ini bukan hanya sekadar makan bersama, tetapi juga ajang mempererat silaturahmi antarwarga,” tambah Ghaffer.     Ketua KORMI Kecamatan Cisarua, Meri Meriana, menekankan pentingnya olahraga sebagai bagian dari tradisi cucurak. “Hari ini kita melakukan cucurak sambil ber-zumba, menyambut Ramadan dengan penuh semangat dan kebersamaan,” katanya. Ia juga mengapresiasi partisipasi komunitas-komunitas olahraga, termasuk komunitas line dance, yang turut meramaikan acara.   Dalam lomba senam kreasi, komunitas Iwana dari Ciawi berhasil meraih juara pertama berkat kekompakan dan kreativitas mereka. Kegiatan ini diharapkan menjadi pemantik bagi masyarakat untuk lebih aktif dalam kegiatan olahraga rekreasi.   Meri Meriana menambahkan bahwa KORMI akan terus mendorong kegiatan serupa ke depannya.   “Setelah Hari Raya Idul Fitri 2025, kami berencana mengadakan kegiatan keliling ke setiap desa di Kecamatan Cisarua untuk mensosialisasikan program KORMI dan Dispora Kabupaten Bogor, yaitu Menari di Bogor dan Senam Bogor Bugar,” ungkapnya.   Cucurak Day 2025 bukan hanya menjadi ajang olahraga, tetapi juga menjadi simbol semangat gotong royong dan kebersamaan menjelang Ramadan. Dengan perpaduan antara olahraga dan tradisi, acara ini menunjukkan bahwa menyambut bulan suci bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan sehat.   Baca juga: Cucurak: Tradisi Makan Bersama yang Merekatkan Keluarga Menyambut Ramadhan Tradisi Penyapu Koin di Jembatan Sewo: Warisan Budaya Pantura yang Sarat Makna Misteri Makam Palsu di Indonesia: Antara Kesalahan, Mitos, atau Sengaja Diciptakan?

Cucurak: Tradisi Makan Bersama yang Merekatkan Keluarga Menyambut Ramadhan

LEFT-BACK.COM – Bulan Ramadhan semakin dekat, bulan suci yang dinantikan oleh umat Islam sebagai momen ibadah dan refleksi diri. Lebih dari itu, Ramadhan juga menjadi waktu untuk mempererat hubungan keluarga melalui berbagai aktivitas bersama, seperti sahur, berbuka puasa, sholat berjamaah, dan tarawih. Namun, sebelum memasuki bulan suci ini, masyarakat di wilayah Bogor dan sekitarnya memiliki tradisi unik yang masih lestari hingga kini, yaitu Cucurak.   Apa Itu Cucurak?   Cucurak adalah tradisi khas masyarakat Bogor dan wilayah Pasundan yang dilakukan menjelang Ramadhan sebagai bentuk suka cita menyambut bulan suci. Istilah “Cucurak” berasal dari kata “curak-curak” yang bermakna sengaja berkumpul dan bersuka ria. Tradisi ini biasanya diwujudkan dengan makan bersama keluarga besar, tetangga, atau rekan kerja, sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.   Makanan yang disajikan dalam Cucurak umumnya sederhana tetapi penuh makna, seperti nasi liwet, tahu, tempe, ikan asin, lalapan, dan sambal, yang biasanya disusun di atas daun pisang dan dinikmati secara lesehan. Bukan hanya soal makanan, Cucurak juga menjadi ajang silaturahmi dan momen untuk saling bermaafan sebelum memasuki bulan penuh berkah.   Jejak Sejarah Cucurak di Tanah Pajajaran   Sebagai tradisi yang berasal dari Bumi Pajajaran, Cucurak telah berlangsung sejak zaman kerajaan Sunda. Dahulu, masyarakat agraris di wilayah ini menganggap kebersamaan dan gotong royong sebagai nilai utama dalam kehidupan. Cucurak menjadi salah satu bentuk manifestasi nilai tersebut, di mana masyarakat berkumpul untuk makan bersama sebagai simbol rasa syukur atas hasil bumi yang mereka panen.   Di beberapa daerah, Cucurak juga berkaitan erat dengan tradisi Munggahan, yaitu makan bersama menjelang Ramadhan, yang sering kali melibatkan keluarga besar, tetangga, atau teman sejawat. Kampung Budaya Sindang Barang, sebagai salah satu kampung adat Sunda tertua di Bogor, masih mempertahankan tradisi ini dengan sangat kuat.   Menyatu dengan Alam melalui Cucurak   Bagi masyarakat adat, makanan bukan hanya sekadar konsumsi, tetapi juga bagian dari filosofi kehidupan. Dalam Cucurak, bahan makanan yang digunakan umumnya berasal dari hasil bumi setempat, seperti sayuran segar, ikan hasil tangkapan, serta padi yang ditanam sendiri.   Di Kampung Budaya Sindang Barang, misalnya, masyarakat masih menerapkan pola hidup berkelanjutan, di mana mereka mengolah makanan dengan bahan alami dan tanpa pengawet. Hal ini mencerminkan filosofi Sunda yang mengedepankan kesederhanaan, keseimbangan dengan alam, dan kebersamaan.     Cucurak, Perekat Generasi dan Keluarga   Di tengah kesibukan dan mobilitas tinggi masyarakat modern, Cucurak menjadi momen penting untuk menyatukan kembali anggota keluarga yang tersebar di berbagai tempat. Generasi muda yang merantau ke kota-kota besar akan menyempatkan diri untuk pulang, berkumpul dengan orang tua dan sanak saudara, serta mengikuti tradisi ini sebagai bagian dari penghormatan kepada leluhur.   Selain itu, Cucurak juga menjadi kesempatan bagi setiap individu untuk bermaaf-maafan, membersihkan hati sebelum memasuki bulan Ramadhan, serta memperkuat nilai-nilai persaudaraan yang semakin terkikis oleh kesibukan dunia modern.   Cucurak dan Tradisi Munggahan: Dua Tradisi, Satu Makna   Selain Cucurak, masyarakat Sunda juga memiliki tradisi Munggahan, yaitu makan bersama yang dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Jika Cucurak dilakukan sebelum Ramadhan, maka Munggahan biasanya dilaksanakan menjelang 1 Syawal. Kedua tradisi ini memiliki esensi yang sama, yaitu silaturahmi, kebersamaan, dan rasa syukur.   Kesimpulan: Melestarikan Cucurak sebagai Warisan Budaya   Di era modern ini, banyak tradisi yang mulai ditinggalkan. Namun, Cucurak tetap bertahan sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat Bogor dan Sunda secara umum. Selain menjadi ajang makan bersama, Cucurak juga mengajarkan pentingnya kesederhanaan, kebersamaan, dan penghormatan terhadap tradisi leluhur.   Melestarikan tradisi ini bukan hanya tentang menjaga warisan nenek moyang, tetapi juga tentang menjalin hubungan yang lebih erat dengan keluarga, teman, dan masyarakat sekitar. Mari kita terus menjaga tradisi ini agar tetap hidup dan bisa diwariskan ke generasi mendatang.   Baca juga: Tradisi Penyapu Koin di Jembatan Sewo: Warisan Budaya Pantura yang Sarat Makna Pernikahan Simbolis dengan Pohon: Aksi Unik Demi Kesadaran Lingkungan Jejak Sejarah di Indramayu: Bangunan Berusia Ratusan Tahun yang Masih Berdiri