Banjir Jabodetabek Maret 2025: Efektivitas Infrastruktur Pengendalian Air Dipertanyakan

LEFT-BACK.COM – Pada awal Maret 2025, banjir besar melanda berbagai wilayah di Jabodetabek, dengan beberapa area mengalami dampak paling parah dalam beberapa tahun terakhir. Peristiwa ini kembali memicu perbincangan mengenai siklus banjir lima tahunan serta efektivitas infrastruktur pengendalian air yang telah dibangun pemerintah.

 

Bendungan Ciawi-Sukamahi dalam Sorotan

 

Salah satu infrastruktur yang menjadi perhatian utama adalah Bendungan Ciawi dan Sukamahi di Kabupaten Bogor. Kedua bendungan yang diresmikan pada akhir 2023 ini dirancang untuk mengurangi debit air Sungai Ciliwung sebelum mencapai Jakarta.

 

Bendungan Ciawi memiliki kapasitas tampung 6,05 juta meter kubik dengan luas genangan 39,49 hektare, sementara Bendungan Sukamahi menampung 1,68 juta meter kubik dengan luas genangan 5,23 hektare. Keduanya diharapkan mampu mengendalikan aliran air dari hulu Sungai Ciliwung.

 

Namun, meskipun telah beroperasi, banjir tetap terjadi. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas bendungan tersebut dalam mengurangi risiko banjir di Jakarta dan sekitarnya.

 

Foto: Kondisi Bendungan Ciawi setelah diresmikan di Ciawi, Kabupaten Bogor, Jumat (23/12/2022). Doc. Antara/Yulius Satri Wijaya.

 

Perubahan Pola Cuaca dan Tantangan Baru

 

Menurut pakar infrastruktur dan tata kota, Yayat Supriatna, perencanaan teknis Bendungan Ciawi dan Sukamahi masih memiliki kelemahan. Pemerintah cenderung hanya berfokus pada curah hujan tinggi di kawasan Puncak, sementara faktor lain seperti intensitas hujan di Kota Bogor, Katulampa, dan Sentul belum diperhitungkan secara optimal.

 

“Curah hujan ekstrem yang terjadi di wilayah bawah Ciawi-Sukamahi menjadi faktor utama penyebab banjir kali ini,” ujar Yayat.

 

Bendungan Katulampa di Kota Bogor memang membantu mengalihkan sebagian air Sungai Ciliwung, tetapi setelah melewati Katulampa, aliran sungai tidak lagi memiliki bendungan penahan, sehingga air tetap mengalir deras ke Jakarta.

 

Tantangan Infrastruktur dan Solusi Jangka Panjang

 

Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, Lilik Retno Cahyadiningsih, mengakui bahwa Bendungan Ciawi dan Sukamahi telah berfungsi optimal dengan menahan jutaan meter kubik air. Namun, curah hujan ekstrem tetap menjadi tantangan yang belum sepenuhnya teratasi.

 

“Banjir yang terjadi kemarin disebabkan oleh hujan ekstrem di wilayah bawah bendungan,” ungkap Lilik.

 

Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yus Budiono, menambahkan bahwa perubahan iklim global telah meningkatkan intensitas hujan ekstrem, seperti yang terjadi pada Januari 2020 dan awal 2025, di mana curah hujan mencapai lebih dari 300 mm dalam sehari.

 

Untuk mengantisipasi banjir di masa depan, pemerintah berencana membangun kolam retensi di beberapa titik. Namun, proyek ini belum masuk dalam anggaran tahun ini.

 

Evaluasi dan Langkah Ke Depan

 

Pakar tata kota, Nirwono Yoga, menilai bahwa evaluasi terhadap Bendungan Ciawi dan Sukamahi sangat penting guna menyesuaikan strategi pengelolaan air di masa mendatang. Selain itu, penataan aliran Sungai Ciliwung, termasuk normalisasi dan pembuatan embung serta waduk baru, harus menjadi prioritas dalam upaya pengendalian banjir.

 

“Penertiban tata ruang dan pengawasan terhadap alih fungsi lahan juga sangat penting untuk mengurangi risiko banjir di Jabodetabek,” tegas Nirwono.

 

Selain penguatan infrastruktur, pemerintah juga perlu melakukan relokasi permukiman di bantaran sungai dan membongkar bangunan yang berdiri di jalur air. Dengan kombinasi strategi teknis dan kebijakan tata ruang yang lebih ketat, diharapkan wilayah Jabodetabek dapat mengurangi risiko banjir dan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim.

 

Baca juga:

Satpol PP Jabar Targetkan Pembongkaran Bangunan wisata Hibisc Fantasy Di Puncak Rampung Pekan Depan

Banjir Jabodetabek: Krisis Hulu yang Berulang, Solusi yang Terabaikan

Pemerintah Segel Vila Ilegal di Puncak Bogor untuk Selamatkan Hulu DAS Ciliwung