LEFT-BACK.COM – Bali, yang dikenal sebagai “Pulau Dewata”, telah lama menjadi tujuan utama bagi wisatawan domestik dan internasional. Meskipun sempat mengalami penurunan kunjungan wisata selama pandemi, Bali kini mulai menunjukkan pemulihan yang signifikan setelah pembukaan kembali pariwisata. Namun, meskipun angka kunjungan mulai meningkat, Bali masih menghadapi tantangan dalam mengelola perkembangan sektor pariwisata.
I Made Mendra Astawa, seorang pengamat pariwisata Bali dan Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata Bali (Forkomdewi), menjelaskan bahwa pada masa pandemi, Bali mengalami penurunan pendapatan nasional sebesar 9,3%. Namun, setelah pembukaan kembali perbatasan, sektor pariwisata kembali tumbuh dan Bali menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Namun, Mendra menekankan bahwa Bali bukanlah contoh dari overtourism, melainkan overdevelopment. “Perkembangan pariwisata yang pesat tidak diimbangi dengan perencanaan pembangunan yang matang, sehingga terjadi ketimpangan dalam distribusi wisatawan,” jelasnya. Pembangunan yang pesat di beberapa daerah, seperti Canggu, sering kali mengabaikan aspek lingkungan dan sosial, sementara daerah lain belum mendapatkan manfaat yang sama.
Untuk mengatasi masalah kepadatan wisatawan di destinasi utama seperti Kuta, Seminyak, dan Ubud, perlu adanya upaya untuk mengarahkan wisatawan ke destinasi lain yang belum terlalu padat. Bali Timur, dengan daerah seperti Amed di Karangasem, menawarkan pesona alam yang masih alami dan budaya yang kaya. Bali Utara, seperti Munduk dan Lovina, menyajikan wisata yang lebih tenang dengan atraksi alam seperti air terjun dan kebun kopi. Sementara Bali Barat, dengan Jembrana dan Pulau Menjangan, menawarkan ekowisata dan penyelaman yang luar biasa.
Selain itu, tiga pulau kecil di tenggara Bali, yakni Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan, juga semakin populer sebagai alternatif wisata yang menawarkan pantai eksotis dan keindahan bawah laut. Pemerataan promosi dan pembangunan ke daerah-daerah ini akan membantu mengurangi kepadatan di kawasan yang lebih ramai, sekaligus memberikan dampak ekonomi yang lebih merata bagi masyarakat lokal.
Mendra juga menyoroti pentingnya pengembangan desa wisata, dengan Bali memiliki 240 desa wisata yang dapat menjadi alternatif menarik bagi wisatawan yang mencari pengalaman lebih autentik. Desa wisata ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi wisatawan untuk lebih dekat dengan budaya lokal, tetapi juga memberi manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat.
Dengan upaya untuk menyeimbangkan pengelolaan pariwisata dan pembangunan, Bali berpotensi untuk tetap menjadi destinasi wisata utama yang berkelanjutan. Mendra mengusulkan adanya otonomi khusus bagi Bali dalam mengelola pariwisata, agar Bali dapat menjaga keasliannya dan lebih mampu mengatur investasi yang masuk. Dengan kerjasama antara masyarakat, pemerintah, dan sektor pariwisata, Bali diharapkan akan terus berkembang sebagai destinasi unggulan dunia, tetap mempertahankan budaya yang unik, dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat lokal.
Baca juga:
Puncak Culture Session Vol. 2: Bait Harmoni Gelar Pertunjukan Teater untuk Kenalkan Seni Peran
Jejak Sejarah Padi di Nusantara: Dari Kedatangan Austronesia hingga Warisan Budaya
Tiago Rech: Suporter Tunggal yang Kini Menjadi Presiden Klub Santa Cruz