LEFT-BACK.COM – Soe Hok Gie, seorang aktivis muda yang hidup di tengah pergolakan politik Indonesia, berhasil meninggalkan warisan pemikiran yang mendalam melalui karya monumental Catatan Seorang Demonstran. Di balik catatan hariannya, terpendam refleksi yang relevan hingga kini—sebuah seruan untuk kejujuran, keberanian, dan semangat melawan ketidakadilan.
Pemikiran Kritis yang Tak Lekang oleh Waktu
Soe Hok Gie selalu percaya bahwa “lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan.” Pernyataan ini menunjukkan sikap tegasnya terhadap ketidakadilan. Melalui setiap tulisannya, ia menggambarkan bagaimana kekuasaan sering kali berujung pada korupsi yang membutakan nurani. Gie tanpa ragu mengkritik pemimpin-pemimpin yang melupakan tanggung jawab moralnya terhadap rakyat.
Sebagai pribadi yang selalu mempertanyakan status quo. Sikap kritisnya tercermin dalam salah satu tulisannya:
“Bagiku perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata,”
Kalimat ini menekankan bahwa perjuangan bukan hanya sekadar wacana, tetapi juga tindakan nyata. Dalam era digital yang penuh dengan informasi instan, pesan ini masih relevan—mengajak kita untuk tidak hanya bicara, tetapi juga bertindak.
Lebih dari itu, Gie tidak percaya pada slogan-slogan kosong.
“Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya,”
Kutipan ini menggambarkan bahwa cinta tanah air yang sejati hanya bisa tumbuh dari pemahaman mendalam tentang negeri ini, termasuk rakyatnya. Gie dengan tegas menolak patriotisme palsu yang hanya berdasar pada retorika kosong tanpa tindakan.
Relasi dengan Alam: Pelarian dari Hiruk Pikuk Dunia
Salah satu sisi menarik dari Soe Hok Gie adalah kecintaannya pada alam. Bagi Gie, alam adalah ruang refleksi, tempat ia menemukan kedamaian, sekaligus sarana untuk mengenal Indonesia secara langsung.
“Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung,”
Pernyataan ini mencerminkan filosofi Gie tentang bagaimana mendekatkan diri pada Indonesia yang sesungguhnya. Dengan mendaki gunung, Gie dan teman-temannya tidak hanya menjaga kesehatan fisik, tetapi juga belajar memahami negeri ini melalui interaksi langsung dengan rakyat dan alamnya.
Dalam konteks ini, pendakian gunung bagi Soe Hok Gie bukan sekadar aktivitas rekreasi, melainkan juga wujud nyata dari semangat patriotisme yang jauh dari slogan. Hal ini menjadi pesan penting bagi generasi muda masa kini, yang sering kali terjebak pada romantisasi cinta tanah air tanpa usaha konkret untuk mengenalnya lebih dekat.
Membangun Generasi yang Kritis dan Berani
Sebagai generasi muda, Gie mengingatkan kita untuk berani mengambil sikap dan memperjuangkan apa yang benar, tanpa gentar pada risiko yang mungkin dihadapi. Salah satu pesannya yang paling relevan berbunyi, “Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tapi aku memilih untuk menjadi manusia merdeka,”
Di era sekarang, di mana banyak orang enggan terlibat dalam isu-isu sosial, pesan ini menjadi seruan penting untuk bangkit dan peduli. Sebab, hanya dengan keberanian dan kepedulian, bangsa ini dapat bergerak menuju perubahan yang lebih baik.
Menghidupkan Warisan Soe Hok Gie di Masa Kini
Catatan Seorang Demonstran bukan hanya dokumen sejarah, melainkan peta moral yang memandu generasi muda dalam memperjuangkan nilai-nilai luhur seperti keadilan, kejujuran, dan keberanian. Gie menekankan pentingnya membangun masyarakat yang lebih manusiawi, di mana “kebahagiaan adalah ketika kita melihat orang lain tersenyum,”
Membaca kembali catatan-catatan Gie, kita diingatkan bahwa perjuangan melawan ketidakadilan adalah tugas yang tak pernah selesai. Namun, harapan untuk masa depan yang lebih baik akan selalu ada, selama masih ada mereka yang berani menyuarakan kebenaran.
Warisan pemikiran Soe Hok Gie dalam Catatan Seorang Demonstran adalah harta berharga yang tidak lekang oleh waktu. Idealisme, keberanian, dan kecintaannya pada tanah air menjadi inspirasi yang terus relevan hingga kini. Di tengah kompleksitas zaman modern, Gie mengajarkan kita untuk tetap jujur, kritis, dan teguh memperjuangkan kebenaran—sebuah pelajaran hidup yang tak ternilai bagi generasi mendatang.
Baca juga:
Soe Hok Gie: Suara Kritis yang Tak Pernah Redup
Mario Kempes: Legenda Argentina yang Menginspirasi Hingga Mampir ke Indonesia