PUISI – Pada Batas yang Tak Bernama

– Chintya Tiyut

 

Kehadiranmu, seperti angin yang menenangkan gelombang,
Kau pembeda dari siapapun penghuni bumi yang pernah ada.
Aku menemukanmu, tidak dalam kesibukan dunia,
Namun dalam tenangnya hati yang berbisik tentangmu.

 

Aku tidak ingin meninggalkan momen ini tanpamu,
Meskipun hanya dalam dimensi maya yang tak kasat mata.
Setidaknya kamu hadir, menjadi nyata di ruang sunyi,
Menyulam jarak menjadi cerita yang tak terputuskan.

 

Tersimpan rapi, setiap bayangmu dalam bait intuisi,
Seperti mantra yang kusebut di setiap penghujung malam.
Aku tahu waktu akan menagih kita pada persimpangan,
Di mana takdir harus memilih jalan yang mungkin tak berpihak.

 

Namun, aku tidak gentar.
Dipisahkan atau disatukan, aku siap dengan segala risikonya.
Dan bila semesta berbaik hati mengabulkan satu permintaan,
Biarkan aku memelukmu—
Untuk yang pertama dan terakhir kalinya.

 

 

Baca juga:

Mengupas Slogan “No Leader, Just Together” Idealisme Kolektif di Suporter Sepak Bola dan Kehidupan Sosial

Més que un Club: Lebih dari Sekadar Klub, Simbol Identitas Katalan

Mengenang Gajayana, Stadion Tertua di Indonesia